Juru bicara militer Filipina Letnan Kolonel Gerry Besana mengatakan bahwa ledakan pertama menewaskan dua warga sipil dan melukai 20 lainnya yang sedang menghadiri misa di sebuah gereja Katolik bernama Cathedral of Our Lady of Mount Carmel di provinsi Sulu.
Sementara bom kedua meledak saat prajurit Filipina merespons ledakan pertama. Kepala Kepolisian Nasional Filipina Oscar Albayalde mengatakan sedikitnya 21 orang tewas dalam ledakan ganda di Jolo, termasuk tiga warga sipil. Ledakan ganda juga membuat 50 orang terluka.
"Saya telah mengerahkan pasukan untuk meningkatkan kewaspadaan dalam mengamankan semua tempat ibadah dan ruang publik. Kami juga telah menerapkan langkah keamanan proaktif untuk mencegah adanya rencana serangan lain," kata Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir dari laman The Express, Minggu 27 Januari 2019.
Pulau Jolo sudah sejak lama dilanda berbagai aksi kekerasan Abu Sayyaf, yang dianggap Amerika Serikat serta Filipina sebagai organisasi teroris. Abu Sayyaf dikenal sering melakukan pengeboman, penculikan dan pemenggalan.
Dalam ledakan ganda di Jolo, belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab.
"Motif ledakan sudah pasti terorisme. Orang-orang ini tidak menginginkan perdamaian. Sangat sedih peristiwa ini terjadi saat undang-undang Bangsamoro diratifikasi," sebut Besana. Jolo terletak di wilayah Bangsamoro yang mayoritas penduduknya Muslim. Rencananya, Bangsamoro ini akan dijadikan wilayah otonom, setelah referendum pekan lalu memperlihatkan dukungan kuat mayoritas warga Filipina selatan.
Pekan kemarin, ribuan warga Filipina selatan menyetujui pembentukan wilayah otonom. Diharapkan wilayah otonom akan menciptakan perdamaian dan pembangunan di Filipina selatan, yang selama bertahun-tahun dilanda kemiskinan dan gelombang kekerasan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News