Demikian disampaikan Riyad al-Maliki, Menteri Luar Negeri Palestina, dalam sambutannya pada General Debate (Debat Umum) yang dipimpin Menlu RI Retno Marsudi pada Bali Democracy Forum IX di Bali International Convention Center (BICC), Nusa Dua, Bali, 8 Desember.
Menlu Maliki menyatakan tema BDF IX “Agama, Demokrasi dan Pluralisme” relevan dengan kondisi dunia saat ini. Identitas agama yang meningkat di setiap sudut dunia, bukan karena kesadaran spiritual, melainkan ditimbulkan dari rasa takut yang lain.
Di Eropa misalnya, Islamofobia terus meningkat dan banyak orang yang mengungkapkan keberatan mereka untuk menerima pengungsi dengan cara negatif. Banyak menggunakan "isu penyusupan ISIS" sebagai argumen untuk kebencian mereka terhadap pengungsi yang tidak berdaya.
Menlu Maliki dalam BDF IX di Nusa Dua. (Foto: Nico Adam/KBRI Amman)
Pemerintah negara-negara di dunia harus bekerja lebih keras untuk membuka saluran dialog antara satu sama lain. Penegakan aturan hukum akan sangat memberikan kontribusi untuk mengurangi Islamophobia di Eropa dan ekstremisme di Timur Tengah, dan dengan demikian akan menimbulkan keamanan global dan kerukunan beragama.
Inilah sebabnya mengapa mengembangkan pemahaman antara semua orang di dunia menuntut kita bekerja lebih dan lebih pada pendidikan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh seorang penulis dan juga dosen Amerika Helen Keller yang berkata, "Capaian tertinggi dari pendidikan adalah toleransi"
Dubes RI untuk Yordania Teguh Wardoyo, yang juga merangkap Negara Palestina, menyatakan bahwa kehadiran Menlu Maliki di BDF sangat penting, karena melalui forum ini Palestina bisa berbagi cerita dan best practices mengenai pengejawantahanan demokrasi di bumi Palestina.
Baca: Menlu Maliki Senang Indonesia Selalu Vokal Terkait Palestina
Lebih lanjut Dubes Teguh menjelaskan bahwa Menlu Palestina baru pertama kali hadir dalam forum BDF. Menlu Maliki menjelaskan kepada utusan dari 95 negara di dunia mengenai pluralisme yang telah berjalan sejak lama di bumi Palestina. Hal ini karena pluralisme telah menjadi teladan bagi bangsa Palestina.
Ia menjelaskan bahwa toleransi dalam masyarakat telah menjadi pemersatu warga Palestina dari semua latar belakang agama dan etnis mereka. Di Palestina, tidak mempermasalahkan apakah dia seorang Muslim Palestina, Kristen atau Atheis, juga tidak peduli apakah dia berasal dari bangsa Arab, latar belakang Armenia atau Sirkasia. Mereka semua adalah pejuang Palestina yang akan membebaskan bangsanya dari penjajahan.

Menlu Maliki bersama Dubes Teguh Wardoyo. (Foto: Nico Adam/KBRI Amman)
Terkait demokrasi, lebih lanjut Riyad menyatakan bahwa rakyat Palestina selama ini telah berjuang mendapatkan pengakuan sebagai sebuah negara, di mana pun mereka berada selalu mencerminkan identitas dan keragaman. Palestina menurut sejarah dan geografisnya adalah berada di persimpangan peradaban manusia, berada di tanah keragaman.
Oleh karenanya keragaman itulah yang merekatkan perjuangan nasional bangsa Palestina dalam menghadapi ideologi berkembang pada eksklusivitas, pengucilan, diskriminasi dan penyangkalan sebagai sebuah negara.
Demokrasi bukan hanya tentang penyelenggaraan pemilu yang teratur dan transparan, meskipun ini merupakan persyaratan utama. Demokrasi berarti bahwa rakyat adalah sumber dari semua kekuatan, tapi kekuatan ini harus dipisahkan untuk memastikan checks and balances.
Demokrasi berarti ada satu batas yang tidak ada mayoritas, dan itu adalah kebebasan dan martabat bagi masing-masing umat manusia. Demokrasi berarti memastikan aturan hukum dan kebebasan berjalan secara bersamaan, dan bukan mengamankan satu pihak dengan mengorbankan pihak yang lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News