Pengumuman mengenai tenggat satu bulan bagi para pemilik salon di Afghanistan sempat memicu aksi protes publik. Hal ini jarang terjadi, di mana puluhan ahli kecantikan dan penata rias berunjuk rasa di ibu kota Kabul.
Petugas keamanan Taliban kemudian menggunakan selang air pemadam kebakaran, taser dan menembakkan pistol ke udara untuk membubarkan demonstrasi.
Taliban mengatakan, keputusan menutup salon kecantikan disebabkan adanya sejumlah layanan yang bertentangan dengan kaidah Islam serta menimbulkan kesulitan ekonomi di kalangan keluarga pengantin saat perayaan pernikahan.
Putusan Taliban pada Selasa kemarin menambah jumlah pengekangan atas hak dan kebebasan bagi perempuan dan anak di Afghanistan, setelah beberapa dekrit sebelumnya yang menghalangi mereka dari mengeyam pendidikan, ruang publik dan sebagian besar bentuk pekerjaan.
Larangan tersebut memicu kecemasan dari kelompok internasional yang khawatir akan dampak pengusaha perempuan di Afghanistan. Dilansir melalui The News Daily, Rabu, 27 Juli 2023, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan pihaknya sedang terlibat dengan otoritas Afghanistan untuk mencoba mencabut larangan tersebut.
"Mendukung upaya misi bantuan PBB di Afghanistan (UNAMA) yang telah meminta secara de facto untuk menghentikan maklumat penutupan salon kecantikan," ungkap Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres.
Senada dengan Guterres, Wakil Juru Bicara PBB berpendapat bahwa dekrit tersebut merugikan perempuan di Afghanistan.
"UNAMA sudah mengatakan bahwa halangan hak perempuan ini akan berdampak negatif pada ekonomi serta bertentangan dengan dukungan kewirausahaan perempuan, dan kami akan mengusahakan pencabutan larangan tersebut," kata Farhan Haq pada Senin kemarin.
Sejumlah layanan yang ditentang Taliban dan diklaim melanggar hukum Islam antara lain pembentukan alis, penggunaan rambut orang lain untuk menambah rambut alami wanita (extension), dan penggunaan riasan (make up) yang dianggap mengganggu praktik mengambil air wudhu. (Hillary Sitohang)
Baca juga: Taliban Sulit Dapat Pengakuan Internasional Jika Tidak Ubah Kebijakan
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News