"Semua kontak politik tingkat tinggi akan diakhiri, dan program bantuan Selandia Baru juga sebaiknya tidak menguntungkan militer (Myanmar)," kata PM Ardern, dilansir dari laman stuff.co.nz pada Selasa, 9 Februari 2021.
Ia menambahkan, larangan perjalanan ke Selandia Baru bagi jajaran perwira militer Myanmar juga akan diformalisasi pekan ini.
Militer Myanmar atau Tatmadaw telah mengambil alih kekuasaan di Myanmar pekan kemarin. Kudeta dilakukan beberapa jam sebelum parlemen Myanmar membuka sesi perdana usai pemilihan umum tahun lalu.
Kudeta dimulai dengan penahanan sejumlah pejabat tinggi Myanmar, termasuk pemimpin de facto Aung San Suu Kyi. Pemilu 2020 berakhir dengan kemenangan telak partai Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Tatmadaw menolak hasil tersebut.
Usai melakukan kudeta, militer Myanmar mendeklarasikan status darurat untuk satu tahun ke depan. Tatmadaw mengatakan kudeta terpaksa dilakukan karena pemerintah Myanmar tak merespons dugaan kecurangan dalam pemilu 2020.
Baca: Jenderal Myanmar Janjikan Pemilu Adil dan Bebas
"Selandia Baru akan terus memonitor kondisi di Myanmar secara seksama," tutur PM Ardern.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Selandia Baru Nanaia Mahuta mengatakan bahwa respons Wellington terhadap kudeta di Myanmar dapat meliputi penjatuhan sanksi.
"Kami sedang berkoordinasi dengan para mitra terkait langkah dan aksi apa yang harus diambil ke depannya. Kami ingin memastikan terjadinya transisi kuat dalam bidang demokrasi," sebut Mahuta.
"Mungkin saja (ada penjatuhan sanksi kepada Myanmar), dan hal tersebut sedang kami diskusikan dengan beberapa negara," lanjutnya.
Mahuta menegaskan, Selandia Baru berharap Myanmar dapat sesegera mungkin kembali ke pemerintahan sipil. "Sejak lama kami telah mengekspresikan kekhawatiran mengenai transisi demokrasi di Myanmar," pungkas Mahuta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News