Meski ada tekanan kuat, Pemerintah AS di bawah kepemimpinan Presiden Joe Biden masih belum mengambil keputusan apa pun terkait TikTok, lapor NYT.
Raimondo tiba di Tiongkok pada Senin, 28 Agustus lalu, dan bertemu Perdana Menteri Li Qiang, wakil perdana menteri He Lifeng, dan Menteri Perdagangan Wang Wentao selama kunjungan selama empat hari.
AS pernah mengatakan bahwa TikTok merupakan ancaman nasional karena aplikasi tersebut memungkinkan Pemerintah Tiongkok untuk 'mengonsumsi' informasi pribadi penggunanya.
Aplikasi ini telah dilarang di perangkat pemerintah federal AS dan juga di lebih dari 24 negara bagian. Kepala eksekutif TikTok telah diperiksa di hadapan Kongres pada Maret lalu, dan para anggota parlemen telah mengusulkan adanya undang-undang yang dapat memudahkan Gedung Putih untuk melarang perusahaan teknologi yang dimiliki "rival asing" seperti Tiongkok, menurut laporan NYT, belum lama ini.
Sebelumnya di bulan Maret, Raimondo mengatakan kepada wartawan bahwa jika pemerintah melarang TikTok tahun ini, maka saya rasa akan ada potensi "kehilangan semua pemilih berusia di bawah 35 tahun, selamanya." TikTok mengeklaim 150 juta penggunanya ada di Amerika Serikat.
Keamanan Nasional
Belum diketahui pasti apakah larangan TikTok akan sampai dan disahkan di pengadilan AS. Maret lalu, ketika pemerintahan Biden dilaporkan mempertimbangkan memaksa penjualan TikTok oleh pemiliknya di Tiongkok, Kementerian Perdagangan Tiongkok dengan cepat mengatakan bahwa mereka menentang divestasi, karena tindakan tersebut akan melemahkan investasi asing di Amerika Serikat.Hal ini membuat Washington dan TikTok harus menyusun rencana operasi di Negeri Paman Sam untuk mengatasi kekhawatiran mengenai keamanan nasional. Namun pembicaraan tersebut terhenti di tengah meningkatnya ketegangan antara kedua negara adidaya tersebut.
TikTok telah melakukan pembicaraan rahasia selama bertahun-tahun dengan panel peninjau pemerintah, Komite Investasi Asing di Amerika Serikat, atau CFIUS, untuk menjawab pertanyaan tentang hubungan TikTok dan perusahaan ByteDance dengan pemerintah Tiongkok serta penanganan mereka terhadap data pengguna.
TikTok, yang menyatakan tidak pernah membagikan data pengguna AS kepada Pemerintah Tiongkok, telah mengungkapkan beberapa rincian rencananya, yang dikenal sebagai Project Texas. Hal ini akan menempatkan data pengguna AS ke server domestik yang dimiliki dan dioperasikan oleh Oracle, raksasa perangkat lunak, dan memberikan pengawasan unik kepada pemerintah AS dan Oracle terhadap aplikasi tersebut, lapor New York Times.
Redakan Kekhawatiran
Jodi Seth, juru bicara TikTok, mengatakan percakapan dengan CFIUS bersifat "berkelanjutan." Juru bicara Kementerian Keuangan AS, yang membawahi CFIUS, menolak berkomentar.Sementara itu, pejabat intelijen AS mengatakan bahwa Tiongkok dapat menggunakan TikTok untuk mendapatkan akses ke data sensitif warga AS atau memanipulasi algoritma kuatnya untuk memengaruhi konten yang mereka lihat.
Mereka menunjuk pada undang-undang yang memungkinkan Pemerintah Tiongkok untuk secara diam-diam meminta data dari perusahaan dan warganya untuk operasi pengumpulan intelijen.
Menurut laporan New York Times, TikTok telah mendirikan kantor pusat di Singapura dan Los Angeles, meski hal itu tidak cukup signifikan dalam meredakan kekhawatiran AS.
Baca juga: Monopoli, TikTok Dilarang Jalankan Bisnis Medsos dan E-commerce Barengan
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News