Pria berusia 73 tahun mengatakan bahwa krisis keuangan telah berubah menjadi krisis politik yang serius. Wickremesingh baru saja menjabat bulan lalu setelah pendahulunya, Gotabaya Rajapaksa terpaksa mengundurkan diri dan meninggalkan negara itu setelah protes berbulan-bulan.
“Saat ini kita tengah menghadapi situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya di negara kita dalam sejarah,” Wickremesinghe mengatakannya dalam pembukaan sesi baru parlemen, seperti dikutip AFP, Jumat 5 Juli 2022.
“Kita dalam situasi bahaya yang besar,” tegasnya.
Baca: Miris! 2 Warga Sri Lanka Meninggal saat Antre Panjang BBM. |
Puluhan ribu orang menyerbu kediaman resmi Rajapaksa pada bulan lalu akibat krisis pangan, bahan bakar, dan obat-obatan yang tengah dialami oleh 22 juta masyarakat Sri Lanka sejak akhir tahun lalu.
Wickremesinghe mengatakan, satu-satunya cara untuk keluar dari krisis tersebut adalah “jika kita semua menghadapi tantangan ini bersama-sama,” dan meminta semua pihak dalam parlemen untuk bergabung dalam inisiatifnya, “persatuan pemerintah.”
Sri Lanka dianggap sebagai negara berpenghasilan menengah yang makmur sebelum gagal membayar utang luar negeri untuk pertama kalinya, yaitu sebesar USD51 miliar pada pertengahan April.
Negara tersebut telah kehabisan devisa untuk membiayai impor dengan pejabat yang memperkirakan bahwa mereka membutuhkan setidaknya USD4 miliar untuk mendapatkan barang-barang penting serta mengatasi kekurangan saat itu.
Wickremesinghe memimpin diskusi dengan Dana Moneter Internasional untuk mengamankan program bailout empat tahun. Ia mengatakan kepada parlemennya bahwa negosiasi tengah berlangsung, namun tidak memberikan kepastian kapan kesepakatan tersebut terselesaikan.
Para pesepeda motor menghabiskan waktu berhari-hari untuk membeli bahan bakar yang telah dijatah sementara Sri Lanka tengah menghadapi pemadaman listrik yang panjang. Inflasi dalam negara tersebut telah melampaui 60 persen.
Wickremesinghe berterima kasih kepada India karena telah memberikan kredit untuk mengimpor bensin dan solar, namun mengatakan bahwa Kolombo harus mampu membayarnya dengan devisa negara mereka sendiri dan penjatahan bensin tersebut setidaknya akan berlanjut hingga akhir tahun ini.
Ia juga mengkritik Rajapaksa karena telah menolak dua investasi infrastruktur besar dari Jepang yang bisa menghasilkan setidaknya USD3 Miliar.
Pembatalan pembangunan Light Rail Transit (LRT) dan terminal bahwa laut di pelabuhan Colombo juga merusak hubungan antara Jepang dan Sri Lanka, kata Wickremesinghe.
Tetapi, Wickremesinghe yang pro-Barat tidak merujukkan pada Tiongkok yang memiliki lebih dari 10 persen pinjaman bilateral kepada Sri Lanka. Kesepakatan Beijing sangat penting untuk setiap kesepakatan restrukturisasi hutang. (Gracia Anggellica)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News