Dikutip dari Independent, Senin, 1 Agustus 2022, mereka semua bertekad tinggal di sana hingga jangka waktu yang tidak ditentukan dalam menggagalkan upaya para rival al-Sadr yang ingin membentuk pemerintahan baru Irak.
Aksi berkemah ini membuat Irak semakin jatuh ke jurang krisis politik, di saat dua kelompok Syiah saling bersaing dalam memperebutkan kekuasaan.
Hari Minggu kemarin, aksi berkemah para pendukung al-Sadr lebih condong ke semangat perayaan ketimbang aksi protes politik. Banyak dari mereka berdansa, berdoa dan meneriakkan slogan-slogan pujian untuk pemimpin mereka.
Setelah selesai beraktivitas, para pendukung al-Sadr tidur dengan area gedung parlemen Irak.
Pemandangan berbeda terlihat satu hari sebelumnya, di mana para pengunjuk rasa menggunakan tali dan rantai untuk membobol tembok semen di area Green Zone di Baghdad. Setelah tembok itu roboh, massa menyerbu gedung parlemen.
Pasukan keamanan Irak menembakkan gas air mata untuk membubarkan para pengunjuk rasa. Kementerian Kesehatan Irak mengatakan sekitar 125 orang terluka dalam bentrokan tersebut.
Selang beberapa jam kemudian, polisi mundur dan para demonstran pun bertahan di area gedung parlemen.
Setelah para pendukung al-Sadr menguasai gedung, ketua Dewan Perwakilan Rakyat Irak Mohammed Halbousi menangguhkan semua sesi parlemen hingga pemberitahuan lebih lanjut.
Salah satu pengunjuk rasa, Haidar Jameel, duduk di kursi milik Halbousi dan menyampaikan pernyataan. "Ini adalah aksi pendudukan terbuka. Kami tidak akan pergi sebelum permintaan kami dipenuhi," ucapnya.
Pengambilalihan parlemen memperlihatkan bahwa al-Sadr menggunakan gerakan akar rumput sebagai taktik menekan para rivalnya di aliansi Kerangka Koordinasi yang dipimpin mantan perdana menteri Nouri al-Maliki.
Kedua kubu belum memperlihatkan tanda-tanda menyerah, dan al-Sadr terlihat berniat menggagalkan rencana formasi pemerintahan terbaru di Irak yang disusun beberapa grup pro-Iran.
Baca: Pendukung Ulama Irak Serbu Parlemen
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News