Kementerian Kehakiman Jepang tidak membocorkan identitas ketiga terpidana mati yang dieksekusi.
Di Jepang, terdapat lebih dari 100 terpidana mati yang sedang menunggu eksekusi. Negeri Sakura merupakan satu dari sedikit negara maju yang masih menerapkan hukuman mati.
Dukungan publik Jepang terhadap hukuman mati tetap tinggi, terlepas dari adanya kritik dari sejumlah kelompok hak asasi manusia.
Pemerintah Jepang mengeksekusi tiga terpidana mati pada 2019, dan 15 satu tahun sebelumnya -- termasuk 13 dari sekte Aum Shinrikyo yang melakukan serangan gas sarin fatal di kereta bawah tanah Tokyo pada 1995. Eksekusi mati di Jepang biasanya baru dilaksanakan dengan jeda yang cukup lama dari penjatuhan vonis. Metode eksekusinya tak pernah diganti, yakni hukuman gantung.
Wakil Kepala Sekretaris Kabinet Seiji Kihara menolak mengomentari eksekusi pada hari ini.
"Mempertahankan sistem hukuman mati atau tidak merupakan isu penting yang menyangkut fondasi sistem peradilan pidana Jepang," katanya.
Selama beberapa dekade, terpidana mati di Jepang baru mengetahui jadwal eksekusi mereka hanya beberapa jam sebelum dilakukan. Sejumlah pihak menilai skema ini ilegal karena dapat menyebabkan tekanan psikologis kepada terpidana mati.
Dokumen dan arsip berita menunjukkan bahwa Jepang sebenarnya memberi tahu jadwal eksekusi jauh-jauh hari kepada terpidana mati. Namun skema seperti itu berhenti sekitar tahun 1975.
Baca: Pengadilan Jepang Vonis Mati Bos Yakuza karena Perintahkan Pembunuhan
Pada Desember 2020, pengadilan tinggi Jepang membatalkan putusan yang memblokir pengadilan ulang seorang pria - yang disebut sebagai terpidana mati terlama di dunia. Pembatalan itu meningkatkan harapan baru bagi pria yang sekarang berusia 85 tahun.
Iwao Hakamada telah hidup di bawah vonis hukuman mati selama lebih dari setengah abad, setelah dihukum karena merampok dan membunuh bosnya, sang istri, dan dua anak remaja mereka. (Nadia Ayu Soraya)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News