Anggota supremasi kulit putih yang diidentifikasi sebagai Brenton Tarrant ini, tahun lalu mengaku bersalah atas 51 tuduhan pembunuhan, 40 percobaan pembunuhan dan satu aksi terorisme.
Tarrant dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat. Ini kali pertama hukuman penjara seumur hidup dijatuhkan di Selandia Baru.
Tarrant tidak memberikan pembelaan pada saat itu. Tetapi pengacaranya, Tony Ellis mengatakan, warga negara Australia itu mempertanyakan keputusannya untuk mengaku bersalah.
Ellis menuturkan pengakuan kliennya dilakukan di bawah tekanan karena ia mengalami 'perlakuan tidak manusiawi dan merendahkan martabat' saat ditahan.
"Dia memutuskan bahwa jalan keluar paling sederhana adalah mengaku bersalah," lanjut Ellis kepada Radio Selandia Baru yang dikutip oleh AFP, Senin, 8 November 2021.
Baca: Pelaku Penembakan Masjid Selandia Baru Menolak Berbicara
Ia menjadi pengacara Tarrant menjelang penyelidikan koroner atas penembakan Maret 2019. Terkait kasus ini, Ellis menyarankan kliennya untuk menggunakan hak banding.
"Klien saya dijatuhi hukuman lebih dari 25 tahun. Itu adalah hukuman tanpa harapan dan itu tidak diperbolehkan, itu pelanggaran terhadap Bill of Rights," kata Ellis.
Brenton Tarrant menyerang jemaah masjid Al Noor Christchurch dan Linwood saat salat Jumat diadakan pada pertengahan Maret 2019. Korbannya semua Muslim, termasuk anak-anak, perempuan, dan orang tua.
Selandia Baru tidak memiliki hukuman mati dan dalam proses persidangan Agustus tahun lalu, Hakim Cameron Mander mengatakan ia menjatuhkan hukuman yang paling keras untuk tindakan "tidak manusiawi" Tarrant, yakni seumur hidup.
"Kejahatan yang Anda lakukan sangat jahat, bahkan jika Anda ditahan sampai mati, itu tidak akan menghabiskan persyaratan hukuman dan pengaduan," kata Mander saat itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News