Ilustrasi perlakuan buruk terhadap orang lain. (Medcom.id)
Ilustrasi perlakuan buruk terhadap orang lain. (Medcom.id)

'Perbudakan Modern' Dinilai Umum Terjadi di Korut, Eritrea, dan Mauritania

Medcom • 24 Mei 2023 11:36
Perth: Indeks Perbudakan Global 2023 mencatat Korea Utara, Eritrea, dan Mauritania memiliki prevalensi perbudakan modern tertinggi di dunia. Situasi ini pun dinilai semakin "memburuk" sejak survei terakhirnya pada lima tahun sebelumnya.
 
Laporan tersebut mengatakan bahwa sekitar 50 juta orang "hidup dalam situasi perbudakan modern" di tahun 2021. Angka tersebut pun meningkat sebanyak 10 juta dibandingkan tahun 2016.
 
Lebih lanjut, dari 50 juta orang yang mengalami perbudakan modern, ada sekitar 28 juta yang mengalami kerja paksa dan 22 juta yang hidup dalam pernikahan paksa. Situasi global pun tercatat semakin parah akibat "latar belakang konflik bersenjata yang meningkat, degradasi lingkungan yang meluas", serta dampak dari pandemi virus corona.
Laporan yang disusun oleh badan amal hak asasi manusia Walk Free itu menyatakan perbudakan modern mencakup "kerja paksa, pernikahan paksa atau budak, perbudakan utang, eksploitasi seksual komersial paksa, perdagangan manusia, praktik seperti perbudakan, dan penjualan dan eksploitasi anak-anak."
 
Prinsip inti perbudakan pun dinilai "menghapus sistematis kebebasan seseorang", yang mencakup hak untuk menerima atau menolak tenaga kerja hingga kebebasan untuk menentukan kapan dan siapa yang akan dinikahi.
 
Sepuluh negara dengan prevalensi perbudakan modern tertinggi pun diketahui memiliki beberapa karakteristik umum. Di antaranya termasuk "perlindungan terbatas untuk kebebasan sipil dan hak asasi manusia.”
 
Dari 10 negara yang dilaporkan, Korea Utara yang tertutup dan otoriter tercatat memiliki prevalensi perbudakan modern tertinggi, yakni sebanyak 104,6 per 1.000 populasi.
 
Angka ini pun diikuti oleh Eritrea (90.3) dan Mauritania (32). Di tahun 1981, Mauritania menjadi negara terakhir di dunia yang membuat perbudakan turun-temurun ilegal.
 
Adapun sejumlah negara yang berada di wilayah "tidak stabil" juga mengalami konflik atau ketidakstabilan politik. Tak hanya itu “kelompok rentan" berpopulasi besar di wilayah itu, seperti pengungsi atau pekerja migran juga dilaporkan mengalami krisis tempat tinggal.

Perbudakan modern dikendalikan oleh pihak berkuasa

Selain ketiga negara di atas, Arab Saudi juga termasuk ke dalam 10 negara yang memiliki prevalensi perbudakan modern yang tinggi. Pasalnya, sistem sponsor kafala yang diterapkan di Arab Saudi telah membatasi hak buruk pekerja migran.
 
Adapun negara lain yang termasuk ke dalam laporan tersebut, yaitu Turki. Negara itu diketahui "menampung jutaan pengungsi dari Suriah", Tajikistan, Rusia, dan Afghanistan.
 
Di sisi lain, kerja paksa lebih umum terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah. Hal ini pun "sangat" berkaitan dengan permintaan dari negara-negara berpenghasilan tinggi.
 
Laporan tersebut mencatat bahwa dua pertiga dari semua kasus kerja paksa terkait dengan rantai pasokan global. Menurut laporan itu, negara-negara G20 yang terdiri dari Uni Eropa dan 19 ekonomi teratas dunia saat ini mengimpor barang senilai USD468 miliar yang berisiko diproduksi dengan kerja paksa.
 
 Lebih lanjut, elektronik tetap menjadi produk berisiko yang bernilai tertinggi, kemudian diikuti oleh pakaian, minyak kelapa sawit, dan panel surya. Hal ini disebabkan tingginya permintaan akan produk energi terbarukan.
 
"Perbudakan modern menembus setiap aspek masyarakat kita. Itu ditenun melalui pakaian kami, menerangi elektronik kami, dan membumbui makanan kami," kata direktur pendiri grup Grace Forrest, dikutip dari Yahoo News, Rabu, 24 Mei 2023.
 
"Pada intinya, perbudakan modern adalah manifestasi dari ketidaksetaraan yang ekstrem. Ini adalah cermin yang dipegang kekuasaan, mencerminkan siapa dalam masyarakat tertentu yang memilikinya dan siapa yang tidak," tambahnya. (Arfinna Erliencani)
 
Baca juga: Kehadiran RUU PPRT Menghapuskan Perbudakan Modern
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Medcom.id

 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id

(WIL)




LEAVE A COMMENT
LOADING

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif