Pengembangan ini menjadi tanda kemungkinan Pyongyang memperluas program senjata terlarang mereka. Pengembangan reaktor 5 megawatt di Yongbyon – kompleks nuklir utama Korea Utara – dilakukan ketika pembicaraan nuklir dengan Amerika Serikat (AS) terhenti.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un menawarkan untuk membongkar bagian dari kompleks Yongbyon pada pertemuan kedua dengan presiden AS kala itu, Donald Trump. Namun, tawarannya ditolak karena Trump tidak mau memberikan imbalan keringanan sanksi pada mereka.
Korea Utara berada di bawah beberapa sanksi internasional atas senjata nuklir dan program rudal balistiknya. Pasalnya, program nuklir mereka mengalami kemajuan pesat dibawah pemerintahan Kim Jong-un.
Baca juga: Korut Disebut Mulai Cari Pengganti Kim Jong-un
"Sejak awal Juli, sudah ada indikasi termasuk keluarnya air pendingin, konsisten dengan pengoperasian reaktor," ucap IAEA dalam laporan tahunan mereka, dilansir dari Times of Israel, Senin, 30 Agustus 2021.
Mereka menambahkan, reaktor Yongbyon tampaknya tidak aktif dari Desember 2018 hingga saat itu.
Inspektur IAEA diusir dari Korea Utara pada 2009. Sejak saat itu, badan tersebut memantaunya dari luar.
Kemungkinan pengoperasian reaktor tersebut mengikuti indikasi baru-baru ini, bahwa Pyongyang juga menggunakan laboratorium radiokimia terdekat untuk memisahkan plutonium dari bahan bakar bekas yang sebelumnya dikeluarkan dari reaktor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News