"Dari pertemuan di Beijing, Kemenlu RRT mengatakan bahwa mereka memberikan perhatian khusus atas kejadian tersebut. RRT juga mengaku sedang melakukan investigasi terhadap perusahaan perikanan Tiongkok yang mempekerjakan ABK WNI tersebut," ucap Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam konferensi pers virtual dari Jakarta, Minggu 10 Mei 2020.
Menlu Retno menegaskan bahwa kasus pelarungan ini akan ditindaklanjuti secara tegas melalui jalur hukum secara paralel, baik oleh Pemerintah RI maupun RRT. Ini artinya penyelidikan akan berlangsung beriringan di dua negara.
Tiongkok akan menyelidiki perusahaan yang mempekerjakan ABK WNI, dan di RI juga akan menyelidiki elemen lainnya, seperti agen penyalur dan mekanisme pengiriman tenaga kerja ke Negeri Tirai Bambu.
"RI akan memaksimalkan mekanisme kerja sama hukum dengan RRT dalam penyelesaian kasus," ungkap Menlu Retno.
"Tidak hanya itu, RI juga telah dan akan terus meminta RRT untuk memberikan kerja sama yang baik dengan otoritas RI dalam rangka penyelesaikan kasus ini," sambungnya.
Kasus pelarungan muncul ke permukaan lewat laporan dari media Korea Selatan, MBC News. Media tersebut melaporkan bahwa para ABK WNI minum air laut yang disuling setelah 18 jam kerja keras sehari.
Dalam laporan stasiun televisi Korsel tersebut, beberapa dari ABK sakit dan meninggal. Jasadnya kemudian dibuang di lautan.
Pada Desember 2019 dan Maret 2020, pada kapal Long Xing 629 dan Long Xing 604, terjadi kematian tiga awak kapal WNI saat kapal sedang berlayar di Samudera Pasifik. Kapten kapal menjelaskan bahwa keputusan melarung jenazah karena kematian disebabkan penyakit menular dan hal ini berdasarkan persetujuan awak kapal lainnya.
Kamis 8 Mei kemarin, 14 ABK WNI yang bekerja di kapal RRT telah kembali ke Tanah Air. Satu jenazah ABK WNI juga telah tiba pada Kamis kemarin, dan hari ini dijadwalkan tiba di rumah duka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News