Assange diburu Pemerintah AS atas bocornya ratusan dokumen rahasia terkait perang di Irak dan Afghanistan melalui situs WikiLeaks. Beberapa hari lalu, Menteri Dalam Negeri Inggris Priti Patel mengatakan bahwa Assange bisa diekstradisi ke AS untuk menjalani proses hukum di sana.
"Kasus Julian Assange adalah sebuah cermin. Cermin itu merefleksikan kemunafikan AS dan Inggris dalam hal kebebasan pers," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Wang Wenbin, dikutip dari Middle East Monitor, Selasa, 21 Juni 2022.
"Masyarakat bisa dengan bebas mengungkapkan apa pun seputar negara-negara lain. Tapi mereka terancam hukuman berat jika mengungkapkan hal-hal seputar AS," sambungnya.
Istri Assange, Stella Moris, bertekad melawan keputusan ekstradisi. Ia menegaskan bahwa keputusan tersebut bukanlah "akhir dari perjalanan" hidup suaminya.
"Kami akan menggunakan segala bentuk banding. Kami akan terus berjuang," tegas Moris.
Setelah menciptakan WikiLeaks di tahun 2006, Assange merilis sekitar 1 juta dokumen yang didapat dari aktivis dan whistleblower AS, Chelsea Manning. Sejumlah dokumen itu meliputi perang AS di Irak dan Afghanistan.
Publikasi tambahan 250 ribu dokumen rahasia lainnya memperlihatkan adanya upaya dari pemerintahan AS untuk mengisolasi Iran.
Assange akan menghadapi 18 dakwaan peretasan komputer dan pelanggaran aturan espionase jika jadi diekstradisi ke AS. Ia memiliki waktu 14 hari untuk mengajukan banding sejak perintah ekstradisi ditandatangani.
Baca: PM Australia akan Sikapi Kasus Julian Assange Secara 'Diplomatis'
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News