Keberhasilan Korsel mengatasi masalah sampah plastik dikarenakan menerapkan sistem Extender Producer Responsibility (EPR). Melalui kebijakan itu, pemerintah Korea Selatan mewajibkan perusahaan sebagai produsen dan importir untuk mendaur ulang produk mereka.
Direktur Pusat Lingkungan Hijau Daejeon, Prof. Yong-Chul Jang mengungkapkan negaranya bukan yang pertama menerapkan sistem EPR ini. Sistem itu sudah diadopsi negara-negara Eropa barat dan Jepang sejak 1990-an.
“Sistem EPR sudah berjalan selama 40 tahun. Kebijakan itu berjalan efektif dan menunjukkan perubahan signifikan sejak 2003 lalu sampai dengan saat ini,” ujar Yong-Chul Jang dalam diskusi Indonesia-Korea Cooperation: Synergizing a Path Towards a Circular Economy di Jakarta.
Yong Chul Jang mengatakan, lewat sistem tersebut Seoul mengelola daur ulang sampah plastik yang dilakukan perusahaan, pabrik, maupun importir.
Jenis-jenis sampah plastik yang harus didaur ulang diantaranya foamed plastic (EPS) atau styrofoam, polyvinyl chloride (PVC), PET bottle, polystyrene paper (PSP), bottles tray, dan plastic package untuk produk lubricant.
“Pemerintah Korea Selatan meminta perusahaan dan produsen mengurangi pembuatan botol berwarna. Botol-botol plastik bening lebih disarankan,” imbuh dia.
Pemerintah Korea Selatan, kata Yong Chul Jang, juga mewajibkan warga memilah sampah saat dibawa ke tempat pembuangan umum, seperti yang kerap dilihat dalam K-drama. Hal itu memudahkan petugas untuk memisahkan sampah penyortiran untuk kegiatan daur ulang dan bernilai circular economy.
Hasil dari pengolahan dan daur ulang sampah itu dijadikan energi pembangkit listrik dan bahan di pabrik kertas di Korea Selatan.
“Sampai dengan 2021 tercatat, Korea Selatan sudah me-recycle sampah plastik sebanyak 943.000 ton melalui sistem EPR,” ungkap Professor dari Department of Environmental Engineering at Chungnam National University Korea Selatan tersebut.
Ia mengatakan, untuk menjalankan sistem EPR yang mampu menyelesaikan masalah sampah dalam suatu negara, pemerintah harus membangun sudut pandang yang jelas dan tegas secara legal.
Selain itu, semua stakeholders harus bersatu padu berkomitmen menjalankan sistem itu. Sistem EPR yang dijalankan itu juga harus diawasi dan evaluasi setiap proses pelaksanaannya.
“Perlu ada transparansi dari semua pihak dalam melaksanakan sistem EPR,” pungkasnya.
Baca: FORE, Aplikasi Bikinan Mahasiswa ITS untuk Optimalkan Pengolahan Sampah Rumah Tangga
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News