"Saya menyerukan masyarakat untuk menerima apapun hasil pemilu dengan bijaksana," ucap Presiden Francisco 'Lu Olo' Guterres kepada awak media saat berlangsungnya pemungutan suara di ibu kota Dili, dikutip dari TRT World.
Peraih Nobel Perdamaian Jose Ramos-Horta mengungguli Guterres di pilpres putaran pertama. Namun ia gagal meraih 50 persen dukungan sehingga pilpres harus berlanjut ke putaran kedua.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Dalam pilpres putaran pertama pada 19 Maret, Ramos-Horta meraih 46,6 persen suara, Guterres 22,1 persen dan sisanya terbagi di antara 14 kandidat lain.
Baca: Pemilu Presiden Timor Leste Berlanjut ke Putaran Kedua
Lebih dari 76 persen suara bulan lalu diberikan warga ke para mantan pejuang kemerdekaan. Hal ini mengindikasikan dominasi mereka di Timor Leste dalam dua dekade terakhir.
Kelumpuhan Politik
Ramos-Horta, presiden Timor Leste periode 2007 hingga 2012, dan Guterres yang merupakan petahana, saling menyalahkan atas kelumpuhan politik di negara mereka. Pada 2018, Guterres menolak melantik sembilan anggota kabinet dari Kongres Nasional Rekonstruksi Timor Leste atau dikenal dengan CNRT.Partai tersebut, dipimpin mantan perdana menteri dan pemimpin kemerdekaan Xanana Gusmao, mendukung Ramos-Horta sebagai capres. Sementara Guterres berasal dari Front Revolusioner Kemerdekaan Timor Leste, atau dikenal dengan akronim lokal Fretilin.
Fretilin mengatakan Ramos-Horta tidak cocok menjadi presiden, dengan menuduhnya sebagai tokoh pemicu krisis negara pada 2006. Kala itu, ketegangan politik berujung pada tewasnya puluhan orang dalam sebuah konflik terbuka di jalanan kota Dili.