Wakil Presiden Taiwan Lai Ching-te memberikan suaranya dalam pemilu di sebuah tempat pemungutan suara di Tainan, Sabtu, 13 Januari 2024. (Yasuyoshi CHIBA / AFP)
Wakil Presiden Taiwan Lai Ching-te memberikan suaranya dalam pemilu di sebuah tempat pemungutan suara di Tainan, Sabtu, 13 Januari 2024. (Yasuyoshi CHIBA / AFP)

Pemilu Taiwan Dimulai di Tengah Ancaman Militer Tiongkok

Willy Haryono • 13 Januari 2024 08:22
Taipei: Pemilihan umum Taiwan dimulai hari Sabtu ini, 13 Januari 2024, di mana warga memilih presiden baru dengan mempertimbangkan ancaman militer Tiongkok dan stabilitas pulau tersebut
 
Rakyat Taiwan memberikan suara mereka untuk memilih presiden baru dalam pemilu yang dapat memetakan arah hubungannya dengan Tiongkok selama empat tahun ke depan.
 
Hal yang dipertaruhkan dalam pemilu Taiwan kali ini adalah perdamaian dan stabilitas jalur perairan selebar 177 kilometer antara daratan Tiongkok dan pulau berpemerintahan sendiri yang diklaim Beijing sebagai milik mereka.

Wakil Presiden Lai Ching-te, mewakili Partai Progresif Demokratik yang berkuasa atau DPP, berupaya menggantikan Presiden Tsai Ing-wen yang akan keluar dan memberikan masa jabatan ketiga yang belum pernah terjadi sebelumnya kepada partai berhaluan independen tersebut. Lai akan memberikan suara di kampung halamannya di Tainan.
 
Hou Yu-ih, kandidat dari Partai Kuomintang yang didukung Beijing, atau dikenal juga sebagai Partai Nasionalis, akan memberikan suaranya di New Taipei City.
 
Kandidat alternatif Ko Wen-je dari Partai Rakyat Taiwan, yang telah menunjukkan popularitas di kalangan pemilih muda yang mencari alternatif dari dua partai besar tersebut, akan memberikan suara di Taipei.
 
Mengutip dari ABC, pemungutan suara dimulai pukul 08.00 waktu setempat dan berakhir delapan jam ke depan.
 
Para kandidat mengakhiri kampanye mereka pada Jumat malam dengan pidato-pidato menggugah, namun para pemilih muda sebagian besar fokus pada masa depan ekonomi mereka di tengah lingkungan yang penuh tantangan.

'Melindungi Demokrasi Taiwan'

Berbicara di kampung halamannya di Tainan di selatan pulau itu, Lai merenungkan mengapa ia meninggalkan kariernya sebagai dokter bedah karena uji coba rudal dan latihan militer Tiongkok yang bertujuan mengintimidasi pemilih Taiwan sebelum pemilihan presiden terbuka pertama pada tahun 1996.
 
"Saya ingin melindungi demokrasi yang baru saja berlangsung di Taiwan. Saya melepaskan pekerjaan saya yang bergaji tinggi dan memutuskan untuk mengikuti jejak orang-orang tua kita dalam demokrasi," kata Lai.
 
Hou, mantan kepala kepolisian Taiwan dan walikota pinggiran ibu kota, mengatakan pandangan Lai mengenai hubungan dengan Beijing dapat menimbulkan ketidakpastian dan bahkan kemungkinan perang.
 
"Saya menganjurkan pertukaran pragmatis dengan Tiongkok, pertahanan keamanan nasional, dan perlindungan hak asasi manusia. Saya bersikeras bahwa masa depan Taiwan akan ditentukan oleh 23,5 juta (penduduk Taiwan) dan saya akan menggunakan hidup saya untuk melindungi Taiwan," tutur Hou.
 
Ancaman militer Tiongkok dapat memengaruhi sebagian pemilih untuk menentang kandidat yang mendukung kemerdekaan. Namun Amerika Serikat (AS) telah menjanjikan dukungan untuk pemerintahan mana pun yang akan muncul. Hal ini diperkuat rencana pemerintahan Presiden AS Joe Biden untuk mengirim delegasi tidak resmi yang terdiri dari mantan pejabat senior ke Taiwan tak lama setelah pemilu.
 
Baca juga:  Amerika Serikat dan Tiongkok di Pusaran Pemilu Taiwan
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WIL)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan