Saifullah Khalid, kepala otoritas manajemen bencana Nangarhar, mengkonfirmasi jumlah korban tewas terbaru pada Selasa. Ia menambahkan, arus deras tersebut menghancurkan sekitar 400 rumah.
Korban jiwa disebabkan oleh badai besar dan hujan yang meruntuhkan pohon, dinding dan atap rumah penduduk. Quraishi Badloon, kepala departemen informasi dan kebudayaan mengungkapkannya kepada media.
“Ada kemungkinan korban jiwa bertambah,” lanjutnya, seraya menambahkan bahwa korban luka dan jenazah telah dibawa ke RSUD Nangarhar dan RS Fatima-tul-Zahra.
Dilansir dari Mina, Selasa, 16 Juli 2024, Afghanistan menyaksikan musim semi yang sangat basah tahun ini setelah musim dingin yang sangat kering.
Pada Mei, ratusan orang tewas setelah banjir bandang membanjiri lahan pertanian di negara di mana 80 persen penduduknya bergantung pada pertanian untuk penghidupan mereka.
Negara yang dilanda perang ini sering menghadapi bencana alam, sehingga PBB mengklasifikasikannya sebagai negara paling rentan terhadap perubahan iklim. Menurut para ilmuwan, hal ini membuat cuaca ekstrem menjadi lebih umum dan parah.
Negara yang tidak memiliki daratan ini menghadapi kekurangan dana karena embargo Barat sejak Taliban mengambil alih kendali dan pasukan asing pimpinan AS keluar pada 2021.
Baca juga: 35 Orang Tewas dan 230 Terluka akibat Banjir Bandang di Afghanistan
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News