Afghanistan dikhawatirkan jadi sarang teroris. Foto: AFP.
Afghanistan dikhawatirkan jadi sarang teroris. Foto: AFP.

Afghanistan Dikhawatirkan Jadi Tempat Aman Teroris Asia Tenggara

Marcheilla Ariesta • 10 September 2021 19:15
Singapura: Banyak badan keamanan dunia khawatir jika pengambilalihan Afghanistan oleh Taliban dapat menyebabkan lebih banyak kasus terorisme di kawasan tersebut. Ini disebabkan kepemimpinan Taliban yang sebelumnya menjadi 'naungan' bagi calon teroris dari Asia Tenggara.
 
"Jika Anda bertanya apa yang dibutuhkan calon teroris atau yang diperlukan membantu calon teroris keluar dan melakukan hal buruk? Tempat berlindung yang aman, tempat berlatih, di mana pikiran mereka dapat 'dicuci' dan diradikalisasi," kata Menteri Hukum dan Dalam Negeri Singapura, K Shanmugam, dilansir dari Channel News Asia, Jumat, 10 September 2021.
 
Ia mengatakan, ini yang terjadi saat Islamic State (ISIS) dan Al-Qaeda merajalela dulu. Kedua kelompok teror ini disebut menguasai sebuah negara sebagai 'tempat berlindung'.

"Afghanistan menyediakan tempat yang aman untuk melatih orang-orang dari Asia Tenggara, termasuk Singapura. Mereka dapat menyediakan tempat ang aman untuk pelatihan, akses ke senjata, dan masyarakat," katanya.
 
Shanmugam menambahkan, banyak orang takut hal tersebut akan terjadi. Ia menuturkan, prospek peningkatan terorisme di kawasan Asia Selatan mengkhawatirkan banyak pihak.
 
Negara-negara asing melihat susunan pemerintahan baru di Afghanistan dengan hati-hati. Banyak yang cemas saat mengetahui Taliban menunjuk tokoh-tokoh veteran garis keras ke posisi teratas.
 
Mantan tahanan penjara militer AS di Teluk Guantanamo masuk dalam jajaran kabinet. Begitu pula dengan Sirajuddin Haqqani, orang paling dicari Amerika Serikat atas tuduhan terorisme, menjadi menteri dalam negeri.
 
Shanmugam juga menyinggung serangan teroris 3 September di Auckland, ketika seorang ekstremis yang diilhami ISIS melukai tujuh orang sebelum akhirnya ditembak mati polisi.
 
Polisi Selandia Baru mengatakan mereka melakukan "sepenuhnya mungkin" untuk memantau ekstremis sebelum serangan itu.
 
Baca juga: Taliban Ingin Jaringan Haqqani Dihapus dari Daftar Teroris AS
 
Shanmugam mengatakan pria itu, yang telah membeli pisau dan meneliti pembuatan bom secara daring. Ia berada di bawah pengawasan polisi sejak 2016 dan ditangkap dua kali antara 2017 dan 2018 karena pelanggaran lainnya.
 
Bahkan pelaku baru dibebaskan dari tahanan dua bulan lalu.
 
"Ada tanda-tanda yang sangat jelas bahwa dia ingin melakukan serangan teroris, tetapi di bawah undang-undang terorisme Selandia Baru saat ini, dia tidak dapat ditangkap atau didakwa karena memeriksa cara membuat bom dan membeli pisau," kata Shanmugam.
 
"Maksud saya, banyak orang membeli pisau jadi Anda harus bisa menghubungkannya dengan sebuah niat. Tapi meskipun mereka bisa menghubungkannya dengan niatnya, itu tidak cukup untuk menahannya, menuntutnya di pengadilan," serunya.
 
Shanmugam menambahkan, Selandia Baru sekarang sedang mempertimbangkan amandemen untuk memperkuat undang-undang kontraterorismenya. Peristiwa tersebut membuatnya berpikir jika terjadi di Singapura.
 
"Di Singapura, pria ini akan ditahan di bawah Undang-Undang Keamanan Internal (ISA). Dia tidak akan dibebaskan dua bulan lalu, dan kami akan mencoba merehabilitasi dia lebih awal, dan dia mungkin masih hidup sekarang," katanya.
 
"Setiap negara harus menemukan caranya sendiri untuk menghadapi tantangan ini. Bagi kami, kuncinya adalah memastikan kebijakan sosial dan ekonomi membantu menjaga peluang yang baik untuk semua, dan memastikan bahwa orang merasa memiliki kepentingan di negara ini. Itu membantu menjaga ekstremisme dan radikalisme dalam jumlah yang sangat terbatas," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan