Ini adalah serangan yang kedua dalam dua hari yang dikatakan Azerbaijan membunuh warga sipil di distrik Barda dekat garis perang.
Armenia juga menuduh pasukan Azerbaijan melakukan serangan baru yang mematikan di wilayah sipil Nagorno-Karabakh, karena kedua belah pihak mengklaim yang lain menargetkan warga sipil setelah berminggu-minggu bentrokan sengit.
Sementara itu, kantor berita Rusia Ria Novosti melaporkan bahwa Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan mengonfirmasi penempatan penjaga perbatasan Rusia di sepanjang perbatasan Armenia dengan Nagorno-Karabakh.
"Tidak ada yang istimewa tentang ini. Penjaga perbatasan Rusia telah berada di perbatasan Armenia dengan Turki dan Iran,” ujar " kata Pashinyan, seperti dikutip Al Jazeera, Kamis 29 Oktober 2020.
“Sekarang, karena perkembangan terbaru, penjaga perbatasan Rusia juga berada di perbatasan tenggara dan barat daya Armenia,” imbuhnya.
Rudal Smerch
Serangan Rabu terjadi meskipun gencatan senjata yang ditengahi AS telah disepakati pada akhir pekan. Upaya kesepakatan gencatan senjata ketiga berturut-turut gagal hanya beberapa menit setelah diberlakukan.Ajudan Presiden Azerbaijan Hikmet Hajiyev mengatakan, pasukan Armenia menembakkan rudal Smerch ke Barda, menuduh mereka menggunakan amunisi tandan "untuk menimbulkan korban yang berlebihan di antara warga sipil".
“Serangan itu melanda daerah padat penduduk dan distrik perbelanjaan, menewaskan 21 warga sipil dan melukai sedikitnya 70 orang,” sebut Kantor Kejaksaan Azerbaijan.
Kementerian Pertahanan Armenia, sementara itu, menegaskan bahwa Azerbaijan merebut kota strategis Gubadli antara daerah kantong dan perbatasan Iran, keuntungan militer yang nyata yang dapat membuat solusi diplomatik lebih sulit.
Nagorno-Karabakh diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan tetapi dihuni dan dikendalikan oleh etnis Armenia. Sekitar 30.000 orang tewas dalam perang 1991-94 di wilayah tersebut.
Azerbaijan menolak solusi apa pun yang akan membuat orang Armenia mengendalikan daerah kantong itu, yang dianggapnya diduduki secara ilegal. Armenia menganggap wilayah itu sebagai bagian dari tanah air bersejarahnya dan mengatakan penduduk di sana membutuhkan perlindungannya.
Kementerian pertahanan Nagorno-Karabakh telah mencatat 1.068 kematian militer sejak pertempuran meletus pada 27 September. Azerbaijan belum mengungkapkan korban militernya. Namun Rusia memperkirakan 5.000 orang meninggal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News