Taliban juga menolak kritik internasional terhadap hukuman publik, menyebutnya sebagai kurangnya rasa hormat terhadap Islam.
Meskipun menjanjikan versi yang lebih lembut dari aturan keras yang menjadi ciri masa pertama mereka berkuasa, Taliban secara bertahap memperkenalkan kembali interpretasi ekstrim dari hukum Islam—atau Syariah.
Kepala juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid mengatakan kritik itu menunjukkan orang luar tidak menghormati keyakinan, hukum, dan masalah internal umat Islam.
Dalam sebuah pernyataan, Mahkamah Agung mengatakan, 27 'penjahat' dicambuk hari ini di Charikar, ibu kota provinsi Parwan, sekitar 50 kilometer sebelah utara ibu kota Kabul.
Baca juga: Taliban Lakukan Eksekusi, AS: Bukti Mereka Gagal Tepati Janji
Terdapat sembilan perempuan, termasuk di antara mereka yang dihukum karena kejahatan termasuk sodomi, penipuan, saksi palsu, pemalsuan, penjualan dan pembelian tablet K (narkoba), pesta pora, melarikan diri dari rumah, perampokan jalan raya dan hubungan ilegal.
"Masing-masing penjahat ini mengakui kejahatan mereka di depan pengadilan tanpa paksaan dan puas dengan hukumannya," katanya, dilansir dari AFP.
Seorang saksi mengatakan, lebih dari 1.000 orang menyaksikan pencambukan dilakukan di sebuah stadion di kota itu. "Masyarakat meneriakkan 'Allahu akbar' dan 'kami ingin hukum Tuhan diterapkan di tanah kami'," katanya.
"Mereka mengejek orang-orang yang dicambuk dengan teriakan 'maukah kamu melakukannya lagi',"tambah saksi itu.
Mereka yang dicambuk menggeliat kesakitan saat menerima antara 20 dan 39 pukulan dari tongkat sepanjang sekitar satu meter dan lebar empat jari, dari tim Taliban yang bergiliran saat mereka lelah.
Kemarin, ratusan orang menyaksikan seorang terpidana mati ditembak mati oleh ayah korbannya di Farah, ibu kota provinsi dengan nama yang sama. Taliban mengatakan, itu hanyalah contoh dari 'qisas', sebuah elemen Syariah yang memungkinkan hukuman mata ganti mata.
Taliban telah meningkatkan hukuman publik sejak Pemimpin Tertinggi Hibatullah Akhundzada bulan lalu memerintahkan hakim untuk menegakkan hukum Islam sepenuhnya. Akhundzada, yang belum pernah divideokan atau difoto di depan umum sejak Taliban kembali berkuasa, memerintah berdasarkan keputusan dari Kandahar, tempat kelahiran gerakan itu dan jantung spiritual.
Pejabat bersikeras hukuman mati hanya dilakukan setelah pemeriksaan menyeluruh oleh tiga pengadilan, dan Akhundzada meninjau keputusan akhir di setiap kasus.
Berita eksekusi publik kemarin disambut dengan kecaman di luar negeri, dengan Amerika Serikat menyebutnya 'penghinaan terhadap martabat dan hak asasi manusia semua warga Afghanistan'.
"Ini menunjukkan kepada kami bahwa Taliban ingin kembali ke praktik regresif dan kasar mereka pada 1990-an," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Ned Price kepada wartawan.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres menyatakan 'keprihatinan yang mendalam' atas laporan tersebut.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id