Dilansir dari CNN, Rabu, 24 November 2021, laki-laki berusia 20 tahun itu didakwa dengan pasal pemisahan diri di bawah Undang-Undang (UU) Keamanan Nasional. Ia juga didakwa pasal pencucian uang yang diduga terjadi pada Oktober 2020.
Tahun lalu, Chung ditahan bersama dua orang lainnya di sebuah kedai kopi dekat konsulat Amerika Serikat (AS). Mereka ditahan oleh laki-laki tak dikenal. Saat itu, Chung dan temannya diyakini tengah mempersiapkan permohonan suaka.
Dalam persidangan, Chung mengaku bersalah atas tuduhan pemisahan diri dan pencucian uang. Namun, ia mengajukan posisi tidak bersalah atas tuduhan penghasutan dan tuduhan pencucian uang lainnya.
Pengakuan Chung membuat total hukumannya berkurang 25 persen terkait vonis 40 bulan untuk pemisahan diri, dan 18 bulan untuk pencucian uang. Total hukuman yang akan diterima Chung menjadi 43 bulan.
"Dia secara aktif mengatur, merencanakan, dan melaksanakan kegiatan untuk memisahkan negara (Hong Kong dari Tiongkok)," kata Hakim Pengadilan Distrik, Stanley Chan.
Jaksa Ivan Cheung mengatakan bahwa terdakwa bertindak sebagai administrator laman Facebook Student Localism cabang AS dan sebuah organisasi bernama Initiative Independence Party.
Cheung menjelaskan bahwa kaus, bendera, dan buku pro-kemerdekaan juga disita dari rumah mantan pemimpin Student Localism yang didirikan sejak 2016 tersebut. Tuduhan pencucian uang diketahui terkait sumbangan yang diterimanya melalui PayPal.
Seperti organisasi anti-pemerintah lainnya, Student Localism dibubarkan sebelum Tiongkok memberlakukan UU Keamanan pada Juni 2020. UU tersebut menghukum apa pun yang dianggap sebagai subversi, pemisahan diri, terorisme, dan kolusi dengan pasukan asing dengan ancaman hukuman penjara hingga seumur hidup.
Sejak diberlakukannya UU Keamanan, Hong Kong telah menerapkan sikap otoriter, dengan sebagian besar politisi pro-demokrasi dijebloskan ke penjara atau mengasingkan diri.
Baca: UU Keamanan Nasional Diyakini Mampu Pulihkan Hong Kong
Puluhan organisasi masyarakat sipil di Hong Kong juga membubarkan diri, dan beberapa kelompok hak asasi internasional telah meninggalkan kota semi-otonom tersebut. (Nadia Ayu Soraya)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News