Jeebenkov meminta Parlemen Kirgistan untuk melakukan pemilihan ulang posisi PM, usai jajaran anggota parlemen dari kubu nasional memilih Japarov.
Dikutip dari laman BBC pada Rabu, 14 Oktober 2020, Jeebenkov meragukan apakah para anggota parlemen telah mengikuti aturan pemilihan saat memilih Japarov.
Kirgistan dilanda krisis politik sejak berakhirnya pemilu parlemen pada 4 Oktober lalu. Ribuan warga berunjuk rasa di Bishkek dan juga sempat mengepung gedung parlemen.
Para demonstran geram karena hanya ada empat partai yang lolos ke parlemen, dan keempatnya itu terkait dengan Jeebenkov. Komisi Elektoral Kirgistan pun menemukan kejanggalan dan membatalkan hasil pemilu.
Sabtu kemarin, parlemen Kirgistan menunju Japarov sebagai PM baru usai pendahulunya mengundurkan diri. Japarov yang sedang menjalani vonis penjara dibebaskan para pendukungnya pada suatu malam pada pekan kemarin. Sejumlah tokoh oposisi lainnya juga dibebaskan dalam kericuhan politik.
Namun selang beberapa hari kemudian, Jeebenkov mengaku tidak akan menyetujui penunjukan Japarov.
"Untuk menjaga dan memperkuat stabilitas di negara ini, semua keputusan kita harus bersifat resmi dan tidak dipertanyakan," kata Jeebenkov.
Pernyataan Jeebenkov disampaikan tak lama usai ajudan senior Presiden Rusia Vladimir Putin mengunjungi Kirgistan pada Senin kemarin. Ia bertemu Jeebenkov dan juga Japarov.
Hingga saat ini belum diketahui apakah Parlemen Kirgistan akan melakukan pemilihan ulang posisi perdana menteri.
Lebih dari 1.200 orang terluka dan satu orang tewas dalam unjuk rasa masif di Kirgistan. Saat ini Kirgistan masih berada dalam status darurat keamanan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News