Namun, di tengah lonjakan kasus, pemerintah kemungkinan akan mengumumkan keadaan darurat pada Jumat di prefektur Chiba, Kanagawa, Saitama dan Osaka. Keadaan darurat akan dimulai Senin depan dan berlangsung hingga 31 Agustus.
“Secara bersamaan, keadaan darurat yang sedang berlangsung di Tokyo dan Okinawa, yang akan berakhir pada 22 Agustus, akan diperpanjang hingga 31 Agustus,” kata penyiar publik NHK, yang dikutip AFP, Jumat 30 Juli 2021.
Tindakan "darurat semu" yang lebih ringan akan diberlakukan di prefektur Hokkaido, Ishikawa, Kyoto, Hyogo, dan Fukuoka, juga mulai Senin depan hingga 31 Agustus.
Sebagian besar kasus baru, bagaimanapun, berpusat di empat prefektur Greater Tokyo yaitu Tokyo, Chiba, Kanagawa dan Saitama, yang menjadi tuan rumah sebagian besar acara Olimpiade. Empat prefektur secara kolektif menyumbang 6.469 kasus -,atau 60,5 persen dari total,- pada Kamis.
Dr Norio Ohmagari dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit memperingatkan bahwa pertumbuhan eksplosif saat ini dalam kasus di Tokyo belum pernah terjadi sebelumnya.
Bahkan perkiraan kasus terburuk dengan pemodelan komputer awal bulan ini menunjukkan bahwa Tokyo akan melebihi 3.000 kasus hanya pada awal Agustus. Tetapi 3.865 kasus pada hari Kamis menandai hari kedua berturut-turut Tokyo telah melampaui 3.000 infeksi virus korona.
Pakar kesehatan masyarakat Universitas Kyoto Hiroshi Nishiura, mantan penasihat pemerintah yang sekarang menjadi salah satu pendukung paling vokal agar Olimpiade dihentikan, mengatakan bahwa peningkatan pada tingkat saat ini akan menyebabkan lebih dari 10.000 kasus per hari di Tokyo saja pada tahun depan.
Salah satu kebijakan utama pemerintah untuk mengekang infeksi adalah pemberlakuan jam malam pada jam 8 malam untuk layanan makan di tempat, serta larangan penjualan alkohol sepanjang hari di area darurat.
“Namun, beberapa ribu bisnis di Tokyo mengabaikan pedoman ini,” ujar Kepala Sekretaris Kabinet Katsunobu Kato mengatakan pada konferensi pers reguler pada Kamis, yang mengutip survei pemerintah.
Melanggar aturan akan dikenakan denda hingga 300.000 yen atau sekitar Rp39, 6 juta tetapi ini dianggap sebagai tamparan di pergelangan tangan. Kato mencatat bahwa alasan paling umum yang dikutip untuk mencemooh tindakan tersebut adalah lambatnya pencairan dukungan pemerintah dan permintaan pelanggan yang besar.
Dr Takaji Wakita, direktur jenderal Institut Nasional Penyakit Menular, mengatakan: "Pemerintah telah gagal meyakinkan orang tentang urgensi atau menyampaikan bahwa layanan medis umum berada di ambang kehancuran.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id