Myanmar menggambarkan resolusi tersebut, yang disahkan pada Jumat dan tidak mengikat secara hukum, sebagai “berdasarkan tuduhan sepihak dan asumsi yang salah”. Pernyataan yang dikeluarkan di ibu kota Naypyidaw mengatakan Kementerian Luar Negeri telah mengirimkan surat keberatan kepada Sekjen PBB dan presiden Majelis Umum.
Baca: PBB Serukan Embargo Senjata terhadap Myanmar
Resolusi tersebut mencerminkan konsensus internasional yang luas yang mengutuk pengambilalihan yang menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi. Ia meminta junta militer untuk memulihkan transisi demokrasi negara itu.
"Resolusi mengutuk kekerasan yang berlebihan dan mematikan sejak pengambilalihan itu dan meminta semua negara untuk mencegah aliran senjata ke Myanmar," isi dari resolusi PBB, seperti dikutip Channel News Asia, Senin 21 Juni 2021.
Resolusi itu juga meminta angkatan bersenjata Myanmar untuk segera dan tanpa syarat membebaskan Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint dan pejabat serta politisi lainnya yang ditahan setelah kudeta. Kebebasan juga diminta diberikan kepada "semua orang yang telah ditahan, didakwa, atau ditangkap secara sewenang-wenang”.
Langkah itu disetujui dengan 119 negara memilih "ya", Belarus -,pemasok senjata utama ke Myanmar,- memilih "tidak" dan 36 negara abstain, termasuk tetangga Myanmar, Tiongkok dan India, bersama dengan Rusia.
Duta Besar Myanmar untuk PBB Kyaw Moe Tun, yang pada Februari mencela pengambilalihan militer, memilih "ya" dan mendesak masyarakat internasional "untuk mengambil tindakan sekuat mungkin untuk segera mengakhiri kudeta militer".
Pernyataan Kementerian Luar Negeri mengatakan pihaknya menganggap Kyaw Moe Tun telah diberhentikan dari posisinya dan mencatat bahwa dia telah didakwa dengan pengkhianatan di Myanmar.
“Oleh karena itu, pernyataannya, partisipasi dan tindakannya dalam pertemuan itu tidak sah dan tidak dapat diterima dan Myanmar sangat menolak partisipasi dan pernyataannya,” pungkas pihak Myanmar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News