Jelang tiga jam menuju pendaratan dalam perjalanan dari London ke Singapura, mahasiswa asal Malaysia Dzafran Azmir merasakan pesawat Boeing 777-300R yang dinaikinya berubah posisi menjadi miring dan mulai bergetar.
Pria berusia 28 tahun itu menguatkan diri dan memeriksa sabuk pengaman telah terpasang. Namun, banyak penumpang lain tidak memakai sabuk pengaman.
"Tiba-tiba terjadi penurunan sangat drastis, sehingga setiap orang yang duduk dan tidak memakai sabuk pengaman langsung terlempar ke langit-langit. Beberapa orang kepalanya terbentur kabin bagasi di atas. Mereka juga menghantam tempat lampu dan masker," ujar Azmir, dikutip dari Channel News Asia, Rabu, 22 Mei 2024.
"Orang-orang terjatuh ke lantai. Ponsel saya terlepas dari tangan, dan terlempar di beberapa lorong ke samping. Sepatu orang-orang (juga) terlempar," jelasnya.
Singapore Airlines mengatakan penerbangan tersebut mengalami turbulensi ekstrem secara tiba-tiba di atas Cekungan Irrawaddy pada ketinggian 37.000 kaki, sekitar 10 jam setelah keberangkatan.
Pilot mengumumkan keadaan darurat usai turbulensi, dan mengalihkan pesawat ke Bangkok, Thailand, untuk kemudian mendarat darurat pada pukul 15.45 waktu setempat.
Kekacauan di Kabin
Seorang pria Inggris berusia 73 tahun tewas dan 30 orang terluka, beberapa di antaranya kritis, dalam peristiwa turbulensi tersebut.Foto-foto yang beredar menunjukkan nampan makanan dan barang-barang berserakan di lantai kabin. Selain itu, masker oksigen terlihat tergantung dan bagian interior pesawat terlihat rusak.
Penumpang bernama Andrew Davies mengatakan tanda sabuk pengaman dinyalakan beberapa saat sebelum turbulensi terjadi.
"Banyak sekali yang terluka, kepala robek, telinga berdarah," tulisnya di media sosial X, seraya menambahkan seorang penumpang perempuan sempat terdengar menjerit kesakitan.
Barang-barang berserakan, kopi dan air juga berceceran di langit-langit pesawat. "Awak kabin melakukan segala yang mereka bisa," sebut Davies.
"Siapa pun yang terluka, tidak memakai sabuk pengaman," ujarnya.
Sementara itu, Azmir juga mengatakan kru dan orang-orang yang berada di dalam toilet adalah pihak yang menderita luka parah. "Kami menemukan orang-orang tergeletak di lantai dan tidak bisa bangun. Banyak yang mengalami cedera tulang belakang dan kepala," tuturnya.
Analis penerbangan independen Alvin Lie mengatakan bahwa SQ321 kemungkinan mengalami turbulensi udara jernih (CAT) yang tidak terlihat pada radar cuaca jet.
"Biasanya turbulensi akibat pergerakan awan, pilot akan diberi peringatan di radar agar bisa menghindarinya atau memberitahu awak dan penumpang untuk memakai sabuk pengaman," ujar Lie.
"Melihat jumlah korban luka, saya yakin SQ321 bertabrakan dengan CAT, kejadian ketika sebuah pesawat bisa terombang-ambing dengan keras," jelasnya.
Analis tersebut juga menambahkan berdasarkan waktu kejadian, turbulensi terjadi pada sore hari. "Saya perkirakan banyak penumpang yang mengantre untuk ke toilet. Di sinilah bisa terjadi cedera," pungkasnya. (Theresia Vania Somawidjaja)
Baca juga: Penumpang Singapore Airlines yang Terkena Turbulensi Tiba di Bandara Changi
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News