Jatuhnya 50 korban ini terjadi usai militer Myanmar atau Tatmadaw melontarkan ancaman keras terhadap para pengunjuk rasa anti-kudeta. Dilansir dari laman DW, kematian juga terjadi saat militer Myanmar menggelar parade "Hari Pasukan Bersenjata."
Baca: Junta Myanmar Serukan Pedemo untuk Belajar dari Banyaknya Kematian
"Militer berusaha menggandeng seluruh negara ini demi melindungi demokrasi," kata pemimpin junta militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, dalam pidato yang disiarkan usai parade Hari Pasukan Bersenjata di ibu kota Naypyidaw.
Parade tersebut merupakan bentuk unjuk kekuatan Tatmadaw, melibatkan kendaraan militer dan ratusan prajurit yang berbaris dalam formasi.
Wakil Menteri Pertahanan Rusia Alexander Fomin hadir dalam parade tersebut. Jumat kemarin, ia telah bertemu sejumlah jajaran perwira militer Myanmar dalam menyampaikan dukungan Rusia.
"Rusia adalah sahabat sejati," kata Min Aung Hlaing.
Selain Fomin, tidak ada tanda-tanda pejabat asing lainnya saat parade militer Myanmar. Biasanya, parade militer Myanmar dihadiri para diplomat atau pejabat tinggi dari negara-negara sahabat.
Sebelumnya pada Jumat malam, televisi nasional Myanmar yang dikuasai junta militer mengatakan: "Anda semua sebaiknya belajar dari tragedi kematian sebelumnya, bahwa Anda juga kemungkinan dapat terkena tembakan di bagian kepala atau punggung."
Peringatan tersebut tidak menyebutkan secara spesifik apakah pasukan keamanan Myanmar memang diberi perintah untuk membunuh demonstran.
Kudeta militer Myanmar terjadi pada 1 Februari lalu, yang dimulai dengan penahanan sejumlah tokoh penting termasuk pemimpin de facto Aung San Suu Kyi.
"Hari ini adalah hari memalukan bagi angkatan bersenjata," kata Dr Sasa, juru bicara CRPH, grup anti-junta yang dibentuk oleh sekelompok anggota parlemen Myanmar.
"Para jenderal sedang merayakan Hari Pasukan Bersenjata setelah mereka membunuh lebih dari 300 warga sipil tak berdosa," sambungnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News