Ia mengatakan menunda waktu pemilu dapat berimbas buruk pada perekonomian Malaysia, terutama dalam hal inflasi. Namun, katanya, mengadakan pemilu lebih awal juga dapat berdampak pada menurunnya tingkat kepuasan publik atas skandal proyek pengadaan kapal-kapal tempur (LCS).
Komite Akun Publik (PAC) parlemen Malaysia mengatakan, proyek LCS terkait pembuatan enam kapal perang dengan biaya USD2,05 miliar diberikan oleh Kementerian Pertahanan kepada Boustead Naval Shipyard Sdn Bhd (BNS) melalui negosiasi langsung selama pemerintahan koalisi Barisan Nasional (BN).
Sejauh ini, pemerintah Malaysia di bawah PM Ismail baru membayar 66,65 persen dari total biaya proyek LCS.
Lima LCS seharusnya sudah selesai dibangun pada Agustus 2020 - yang pertama jatuh tempo pada April 2019 - tetapi tidak ada satu pun yang dikirimkan ke Kemenhan Malaysia. Menhan Malaysia saat ini dan pendahulunya menolak bertanggung jawab.
Kembali ke pemilu, PM Ismail mengatakan bahwa dirinya akan terus berkoordinasi dengan lima pemimpin teratas Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) mengenai waktu pemungutan suara. Namun, ia menekankan bahwa keputusan final pada akhirnya harus diambil oleh Raja Malaysia.
Menurut PM Ismail, situasi politik Malaysia saat ini belum stabil setelah berlangsungnya pemilu terakhir di Negeri Jiran pada 2018.
"Kami memiliki tiga perdana menteri dalam jangka waktu lima tahun. Saya pikir itu bukan sesuatu yang patut dibanggakan. Itu menunjukkan bahwa panggung politik kami tidak stabil," terangnya.
Ismail Sabri Yaakob mengambil alih jabatan perdana menteri setelah pengunduran diri Muhyiddin Yassin pada 16 Agustus 2021. Muhyiddin terpaksa mundur karena gagal meraih dukungan mayoritas anggota parlemen.
Mandat lima tahun pemerintah saat ini akan berakhir pada Juli 2023, dan pemilu harus diadakan dalam waktu 60 hari setelah pembubaran parlemen. Menetapkan waktu pemilu merupakan hak prerogatif PM Malaysia, namun raja harus terlebih dahulu memberikan persetujuannya untuk membubarkan parlemen.
Mei lalu, PM Ismail mengatakan dalam wawancara dengan Nikkei bahwa ia akan menunggu "waktu yang tepat" untuk mengadakan pemilu, mengingat tingginya tekanan inflasi yang sebagiannya terkait konflik Rusia-Ukraina. Namun, Presiden UMNO Ahmad Zahid Hamidi sangat vokal dan gigih menyerukan agar pemilu segera digelar.
Baca: PM Malaysia Dapat Tekanan untuk Gelar Pemilu Lebih Awal
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News