Negara Asia Tenggara itu berada dalam kekacauan dan ekonominya compang-camping sejak militer merebut kekuasaan dalam kudeta Februari 2021.
Komisaris Tinggi HAM PBB Volker Turk mengatakan, dia "ngeri" dengan serangan udara mematikan yang korbannya katanya termasuk anak sekolah yang sedang menari. Sementara badan global menyerukan mereka yang bertanggung jawab untuk diadili.
Korban tewas akibat serangan Selasa dini hari di kota terpencil Kanbalu di wilayah Sagaing tidak jelas.
Baca: 100 Orang Tewas Akibat Serangan Junta Militer Myanmar. |
Sedikitnya 50 korban jiwa dan puluhan luka-luka dilaporkan oleh BBC Burma, The Irrawaddy dan Radio Free Asia. Namun beberapa media lain menyebutkan korban tewas mencapai 100 jiwa.
PBB, meski tidak mengonfirmasi jumlah korban, mengatakan beberapa warga sipil tewas, dengan Turk menuduh militer Myanmar sekali lagi mengabaikan "kewajiban hukum yang jelas untuk melindungi warga sipil dalam melakukan permusuhan".
“Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengutuk keras serangan oleh Angkatan Bersenjata Myanmar hari ini,” menurut pernyataan juru bicara Guterres, Stephane Dujarric, seperti dikutip AFP, Rabu 12 April 2023.
“Guterres menegaskan kembali seruannya kepada militer untuk mengakhiri kampanye kekerasan terhadap penduduk Myanmar di seluruh negeri,” tambah juru bicara itu.
Amerika Serikat (AS) pun turut bersuara terkait serangan itu. Washington mengatakan "sangat prihatin" dengan serangan yang terjadi.
“Serangan kekerasan ini semakin menggarisbawahi pengabaian rezim terhadap kehidupan manusia dan tanggung jawabnya atas krisis politik dan kemanusiaan yang mengerikan di Myanmar setelah kudeta Februari 2021,” ucap Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Vedant Patel dalam sebuah pernyataan.
“Amerika Serikat menyerukan kepada rezim Myanmar untuk menghentikan kekerasan yang mengerikan, mengizinkan akses kemanusiaan tanpa hambatan, dan untuk menghormati aspirasi demokrasi yang tulus dan inklusif dari rakyat Myanmar,” imbuh Patel.
Memuakkan
Wilayah Sagaing –,dekat kota terbesar kedua di negara itu, Mandalay,– telah melakukan perlawanan paling sengit terhadap kekuasaan militer. Pertempuran sengit berkecamuk di sana selama berbulan-bulan.Klip video grafis yang beredar di media sosial –,rekaman yang tidak dapat diverifikasi AFP,– menunjukkan mayat-mayat berserakan di antara rumah-rumah yang hancur.
"Kami akan menyelamatkan Anda jika kami mendengar Anda berteriak," kata seseorang dalam video tersebut. "Tolong berteriak!"
Seorang penyelamat yang terhubung dengan kelompok Pasukan Pertahanan Rakyat anti-kudeta mengatakan kepada AFP bahwa wanita dan anak-anak termasuk di antara yang tewas.
Setelah menemukan jenazah dan mengangkut korban untuk perawatan medis, dia memperkirakan jumlah korban tewas bisa mencapai 100 orang.
Kementerian Luar Negeri Jerman dalam sebuah tweet mengatakan mereka "mengutuk keras serangan udara tentara #Myanmar yang menewaskan puluhan warga sipil, termasuk banyak anak", menambahkan: "Kami berharap rezim segera mengakhiri kekerasan terhadap rakyatnya."
Sebelum pesawat militer memberondong Desa Pazi Gyi, puluhan penduduk setempat telah berkumpul untuk menandai pembukaan kantor pasukan pertahanan setempat.
Pemerintah Persatuan Nasional Myanmar (National Unity Government/NUG) sebuah badan bayangan yang didominasi oleh mantan anggota parlemen dari partai pemimpin sipil Aung San Suu Kyi yang digulingkan, mengutuk serangan itu sebagai ‘tindakan keji’.
“Kami berbagi rasa sakit yang luar biasa yang dirasakan oleh keluarga yang terkena dampak tragedi ini,” katanya.
Deretan kekerasan
Militer, yang menuduh pejuang anti-kudeta sebagai teroris, menghadapi kecaman internasional atas penghancuran desa, pembunuhan massal, dan serangan udara terhadap warga sipil.Lebih dari 30 orang yang berlindung di sebuah biara tewas di negara bagian Shan pada Maret.
Pada 2022, serangan udara militer pada konser yang diadakan oleh Tentara Kemerdekaan Kachin di negara bagian Kachin utara menewaskan sekitar 50 orang dan melukai lebih dari 70 orang, kata pemberontak.
Pada parade militer di bulan Maret, pemimpin junta Min Aung Hlaing bersumpah untuk terus menindak lawan.
Militer pada Maret mengumumkan perpanjangan enam bulan dari keadaan darurat dan menunda pemilihan yang telah dijanjikan akan diadakan pada Agustus. Alasan penundaan dilakukan karena tidak cukup menguasai negara untuk pemungutan suara.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News