Penentang junta militer pun mendorong Rohingya untuk berjuang bersama mereka untuk melengerkan kekuasaan militer. Sebelumnya mereka mengajak Rohingya untuk berjuang bersama dan menjanjikan kewarganegaraan untuk etnis yang teraniaya itu.
Aktivis dan warga sipil turun ke media sosial pada Minggu untuk memposting foto diri mereka mengenakan pakaian hitam dan menunjukkan penghormatan tiga jari perlawanan, dalam posting yang ditandai "#Black4Rohingya".
Sejak militer menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dari kekuasaan dalam kudeta 1 Februari, gerakan antijunta yang menuntut kembalinya demokrasi telah berkembang termasuk memperjuangkan hak-hak etnis minoritas.
Rohingya yang sebagian besar Muslim -,yang telah lama dipandang sebagai penyelundup dari Bangladesh oleh banyak orang di Myanmar,- selama beberapa dekade telah ditolak kewarganegaraan, hak, akses ke layanan dan kebebasan bergerak.
"Keadilan harus ditegakkan untuk Anda masing-masing dan kami masing-masing di Myanmar," kata aktivis hak asasi terkemuka Thinzar Shunlei Yi di Twitter, seperti dikutip AFP, Selasa 15 Juni 2021.
Media lokal juga menunjukkan protes kecil di pusat komersial Myanmar Yangon, dengan demonstran berpakaian hitam memegang tanda-tanda dalam bahasa Myanmar yang mengatakan mereka "memprotes Rohingya yang tertindas".

Pedemo antijunta melakukan protes menentang kudeta. Foto: AFP
Pada sore hari, tagar #Black4Rohingya menjadi trending di Twitter di Myanmar, dengan lebih dari 180.000 sebutan.
Pertunjukan dukungan Minggu dari sebagian besar penduduk Buddha, etnis Bamar-mayoritas adalah jauh dari tahun-tahun sebelumnya, ketika bahkan menggunakan istilah "Rohingya" adalah penangkal kontroversi.