"Sebanyak 67 dari mereka terdiri dari 11 orang laki-laki, 20 perempuan, 20 anak laki-laki dan 16 anak perempuan. Sebanyak 36 anak-anak usia sekolah, bahkan ada bayi berusia dua bulan," kata Sigit lewat sambungan telepon, Senin, 13 Februari 2023.
Ia mengatakan, fokus KBRI dan KJRI adalah anak-anak. Banyak dari mereka yang masih bersekolah.
"Lantaran mereka anak-anak Indonesia, KBRI dan KJRI mendirikan sanggar belajar di situ, di permukiman itu. Ini bukan berarti kita mendukung permukiman (ilegal), tapi itu merupakan bantuan kita untuk anak-anak agar mereka tetap bersekolah. Apalagi guru-gurunya adalah tokoh masyarakat di situ," ungkap Sigit.
"Pak Dubes (Indonesia untuk Malaysia) sudah mengunjungi pada 2022, dan saya di bulan November 2022 juga ke sana. Bahkan kemudian, setelah November, kami memberikan bantuan genset dan kita serahkan di sana. Bukan untuk permukiman, tapi fokus kita adalah kepada anak-anak agar tetap bisa bersekolah," sambung dia.
Para WNI tersebut bekerja di apartemen dan proyek penambang pasir di sekitar tempat mereka tinggal. Sigit mengatakan, saat ini pihak KJRI tengah meminta hak mereka untuk dibayarkan.
Ia mengatakan, sejujurnya upah para WNI ini lancar dibayarkan, dan biasanya mereka menerima upah sekitar tanggal 7 setiap bulannya. Sayangnya, operasi penggerebekan oleh otoritas Malaysia telah dilakukan pada 1 Februari dini hari, sehingga upah mereka untuk bulan Januari belum dibayarkan.
Sigit menegaskan, Indonesia mendorong agar pihak pemberi kerja juga diproses hukum terkait operasi penggerebekan tersebut. "Karena menurut aturan Malaysia, orang yang mempekerjakan warga negara asing secara ilegal juga dapat dihukum," ungkap Sigit.
"Dan kewajiban pemberi kerja untuk mengurus visa tinggal dan visa kerja," sambung dia.
Media sosial heboh dengan penemuan kampung ilegal WNI di Malaysia. Kampung berisikan WNI yang tidak mengantongi dokumen resmi di Wilayah Negeri Sembilan ini baru menarik perhatian publik bulan ini.
Direktur Imigrasi Negeri Sembilan, Kenneth Tan Ai Kiang, mengatakan bahwa timnya harus berjalan 1,2 kilometer melalui hutan sebelum mereka mencapai daerah tersebut. Namun, di dalamnya terdapat beberapa fasilitas seperti sekolah dengan kurikulum Indonesia.
"Desa itu ditenagai beberapa generator karena terletak di daerah terpencil," kata Kenneth, dikutip dari laman The Star awal bulan ini.
Kenneth mengatakan, pihak berwenang telah melakukan pengawasan di daerah tersebut selama sebulan, sebelum petugas memutuskan untuk bertindak.
Mereka yang ditahan berusia antara dua bulan hingga 72 tahun. Sebanyak 11 dari mereka yang ditangkap adalah laki-laki, 20 perempuan dan sisanya anak-anak.
"Kami percaya mereka memilih daerah itu untuk permukiman mereka dengan pemikiran bahwa mereka dapat menghindari deteksi," ujar Kenneth.
Baca juga: Heboh Penemuan Kampung WNI Ilegal di Malaysia, Beneran?
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News