Peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi digulingkan dan ditahan dalam kudeta militer 1 Februari yang memicu protes massal di seluruh negeri. Sementara pasukan keamanan telah berupaya keras untuk menekan dengan taktik kekerasan yang semakin meningkat.
“Jumlah total orang yang terdokumentasi tewas dalam kerusuhan itu mencapai 217 tetapi jumlah sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi,” kata kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), seperti dikutip AFP, Kamis 18 Maret 2021.
Negara-negara Barat mengutuk kudeta tersebut dan menyerukan diakhirinya kekerasan dan pembebasan Aung San Suu Kyi dan lainnya. Sedangkan negara tetangga telah menawarkan untuk membantu menemukan solusi untuk krisis tersebut.
Sebagian besar ekonomi di Myanmar sudah terhuyung-huyung karena covid-19 telah dilumpuhkan oleh protes dan kampanye pembangkangan sipil paralel terhadap pemerintahan militer. Sementara banyak investor asing menilai kembali rencana tersebut.
Badan pangan PBB memperingatkan minggu ini bahwa kenaikan harga makanan dan bahan bakar di seluruh negeri dapat merusak kemampuan keluarga miskin untuk memberi makan diri mereka sendiri.
"Apa pun yang terjadi di Myanmar dalam beberapa bulan mendatang, ekonomi akan runtuh, menyebabkan puluhan juta orang dalam kesulitan dan membutuhkan perlindungan segera," kata sejarawan dan penulis Thant Myint-U di Twitter.
Pihak berwenang telah membatasi layanan Internet yang digunakan pengunjuk rasa untuk mengatur, dengan akses ke Wi-Fi di tempat umum sebagian besar ditutup pada hari Kamis.
Penduduk beberapa kota, termasuk Dawei di selatan, melaporkan tidak ada Internet sama sekali. Informasi di dalam negeri menjadi semakin sulit untuk diverifikasi.
Lebih dari 35 jurnalis telah ditangkap, termasuk 19 orang yang masih ditahan, kata kantor hak asasi manusia PBB di Jenewa pada Selasa.
Sementara pihak berwenang telah memerintahkan beberapa surat kabar untuk ditutup, yang lain tampaknya terpaksa tutup karena alasan logistik. Koran swasta terakhir berhenti terbit pada Rabu. Sedangkan media yang dikelola negara tidak terpengaruh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News