Baca: WNA Jerman yang Mendatangi Markas FPI Seorang Intelijen
"Bila informasi ini benar, tentu merupakan insiden besar dalam hubungan antara Jerman dan Indonesia," ujar Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, dalam keterangan tertulis yang diterima Medcom.id.
"Kegiatan intelijen yang dilakukan suatu negara seharusnya tidak terungkap oleh pemerintah setempat. Bila terungkap, maka negara setempat akan melakukan tindakan yang tegas terhadap negara yang melakukan aktivitas mata-mata," sambungnya.
Menurut Hikmahanto, insiden ini tidak bisa hanya diakhiri dengan pemulangan agen intelijen tersebut. Kementerian Luar Negeri juga dinilai tidak cukup hanya memanggil Dubes ad interim Jerman, melainkan harus melakukan tindakan lain.
"Kemenlu RI tidak seharusnya menerima alasan Dubes ad interim secara naif. Kemenlu harus melakukan protes keras, bila perlu Dubes Jerman diusir (persona non grata) dari Indonesia," tutur Hikmahanto, menggunakan istilah untuk seseorang yang kehadirannya tidak diinginkan.
Baca: Datang ke Markas FPI, Kedubes Jerman Tegaskan Tidak Berpolitik
Hikmahanto meminta Kemenlu RI segera mengambil tindakan tegas. Ia tidak ingin Kemenlu di era Presiden Joko Widodo dipersepsikan lebih 'lembek' ketimbang era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Di era pemerintahan SBY, saat mata-mata Australia diduga melakukan penyadapan para pejabat tinggi, maka SBY memanggil pulang Dubes Indonesia untuk Australia dan membekukan sejumlah kerja sama Indonesia Australia," sebut Hikmahanto.
"Ketegasan Kemenlu perlu dilakukan untuk menunjukkan bahwa Indonesia tidak akan pernah berkompromi terhadap tindakan mata-mata oleh negara asing yang terkuak," lanjutnya.
"Hal ini juga menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia akan menolak campur tangan negara lain dalam urusan domestik Indonesia. Bagi masyarakat Indonesia, kewaspadaan perlu ditingkatkan agar bangsa ini tidak mudah di adu domba dan terbelah oleh tangan-tangan asing," pungkas Hikmahanto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News