Perdana Menteri Johnson menyambut baik langkah yang diambil oleh pemerintah Indonesia serta beberapa komitmen lainnya yang telah dibuat, seiring dengan beliau mengumumkan koalisi internasional baru untuk mengatasi dampak perubahan iklim.
Langkah-langkah untuk beradaptasi dengan perubahan iklim akan menjadi penting, karena dunia berupaya menghindari dampak terburuk. Dalam pidato virtual di KTT Adaptasi Iklim yang diselenggarakan Belanda, KTT global pertama yang hanya berfokus pada adaptasi dan ketahanan perubahan iklim, Perdana Menteri Inggris meluncurkan Koalisi Tindakan Adaptasi.
Dikembangkan oleh Inggris dalam kemitraan dengan Mesir, Bangladesh, Malawi, Belanda, Santa Lucia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Koalisi baru ini akan bekerja untuk mengubah komitmen politik internasional yang dibuat melalui Seruan Aksi PBB tentang Adaptasi dan Ketahanan menjadi dukungan di lapangan untuk komunitas yang rentan.
Banyak negara di dunia telah mengalami dampak perubahan iklim, mulai dari kebakaran hutan di Australia, banjir di Jakarta dan Kalimantan, dan siklon baru-baru ini di Mozambik. Tanpa tindakan, akan ada lebih banyak lagi yang akan mengalami gangguan signifikan dan cuaca ekstrem, menghancurkan komunitas dan mata pencaharian.
Dengan dukungan, negara dan komunitas dapat beradaptasi dan membangun ketahanan terhadap dampak perubahan iklim. Tindakan seperti sistem peringatan dini untuk badai, investasi dalam drainase banjir dan tanaman tahan kekeringan selain menghemat biaya tetapi juga menyelamatkan kehidupan dan mata pencaharian.
Di Inggris misalnya, mengalami lebih banyak curah hujan tinggi sebagai akibat dari perubahan iklim. Pemerintah telah memberikan tambahan 5,2 miliar poundsterling untuk skema perlindungan banjir dan pertahanan pantai yang baru.
Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste, Owen Jenkins turut menyambut baik inisiatif Indonesia. “Saya menyambut baik inisiatif besar ini, dan keterlibatan Indonesia di dalamnya. Indonesia dapat memposisikan diri sebagai pemimpin dunia dalam hal adaptasi,” ucap Dubes Jenkins.
“Konsekuensi dari cara manusia menggunakan alam sama seriusnya seperti sebelumnya. Populasi global spesies lingkungan utama telah menurun lebih dari dua pertiga sejak tahun 1970-an. Dua dari lima spesies tumbuhan menghadapi kepunahan. Manusia masih merusak hutan dengan kecepatan 30 kali lapangan sepak bola per menit. Hutan tidak hanya mengatur sistem air dan iklim kita, tetapi juga menopang mata pencaharian satu miliar orang,” imbuhnya.
Lebih lanjut Dubes Jenkins menambahkan, penyebab utama dari kehancuran ini adalah pertanian, dengan tata guna lahan yang buruk sekarang menjadi sumber emisi kedua terbesar. Secara global, manusia harus memperbaiki hubungan kdengan alam. Paling tidak karena dalam 10 tahun terakhir diperkirakan tiga perempat penyakit baru pada manusia berasal dari hewan. Kemunduran alam liar mengancam kesehatan kita - fisik dan ekonomi - seperti yang ditunjukkan oleh covid-19.
Melalui Dana Iklim Internasional Inggris -,dan melalui Dana Internasional untuk adaptasi Pembangunan Pertanian untuk program pertanian petani kecil,- Inggris bekerja untuk membantu mendapatkan kebijakan dan investasi di balik penggunaan lahan yang lebih produktif, menguntungkan, dan berkelanjutan di seluruh dunia, dan secara langsung mendukung petani kecil untuk melakukan perubahan.
“Namun kami membutuhkan pemerintah di seluruh dunia untuk meningkatkan upaya mereka - mengalihkan insentif dari kehancuran menuju keberlanjutan. Indonesia telah menunjukkan kepemimpinan - dengan peraturan SVLK yang melegalkan perdagangan kayu dan moratorium konsesi hutan baru. Seperti halnya semua negara, tentu saja, sekarang kita perlu meningkatkan kemitraan kita, untuk berbuat lebih banyak,” menurut Dubes Jenkins.
Pada sidang umum PBB virtual pada akhir tahun lalu, lebih dari 75 pemimpin dunia dan 50 aktor non-pemerintah menandatangani Leader’s Pledge For Nature. Ini adalah deklarasi yang paling ambisius, komitmen untuk membawa alam dan keanekaragaman hayati ke jalan menuju pemulihan pada tahun 2030.
Komitmen Indonesia dalam perjanjian ini akan sangat disambut baik. Dengan tiga konferensi Rio tentang perubahan iklim, keanekaragaman hayati, dan desertifikasi yang kesemuanya diselenggarakan tahun ini, Perubahan Iklim menarik perhatian yang pantas dalam diplomasi internasional. Sekaranglah waktunya untuk membuat komitmen menjadi nyata dengan tindakan yang sesuai dengan kata-kata.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News