Pemberdayaan kaum disabilitas atau difabel di berbagai bidang dianggap penting agar mereka bisa mengatasi dampak buruk dari perubahan iklim.
Hal inilah yang menjadi dasar kolaborasi antara Monash University asal Australia dan Gerakan Advokasi Transformasi Disabilitas untuk INKLUSI (GARAMIN) melalui support Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT) via KONEKSI dalam memberdayakan kaum difabel terkait tantangan iklim.
"Menyangkut perubahan iklim, hanya ada satu hingga dua orang di desa Besmarak yang tahu apa itu perubahan iklim. Kebanyakan orang tidak tahu perubahan iklim ini apa, barang apa ini," kata Petrus Lazaar Timate, Kepala Desa Besmarak, Kecamatan Nekamese, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kamis, 27 Juni 2024.
"Kami bersyukur Monash University bisa datang dan memberikan penjelasan detail menyangkut apa itu perubahan iklim kepada pemerintah. Dan memang kami sadar bahwa perubahan iklim ini akan berdampak besar," sambungnya.
Dampak perubahan iklim sudah terjadi secara berkala, dengan yang terparah bisa saja terjadi belasan hingga puluhan tahun ke depan. Petrus mengatakan pemerintah desa harus membuat program yang bisa mengantisipasi hal ini, apabila perubahan iklim memicu kekeringan berkepanjangan dan lainnya.
"Apabila terjadi perubahan iklim berkepanjangan, kita masyarakat bisa terlibat. Karena dampak dari perubahan iklim ini berkaitan dengan kemiskinan, kesehatan, dan gizi. Tugas pemerintah desa adalah mengumumkan kebijakan untuk menyelesaikan persoalanan ini," tutur Petrus.
Isu Perubahan Iklim
Ia memberi gambaran bahwa hampir 80 persen masyarakat di desanya adalah petani, maka dari itu perubahan iklim akan sangat berdampak kepada mereka. Perlu ada program-program yang membudidayakan lahan yang selama ini kurang dimanfaatkan."Ini contoh. Lahan ini dulu hanya mente (kacang mete), keliling dengan Jambu Mente. Baru di tahun 2018, kita ubah menjadi lahan holtikultura. Tetapi memang tidak semua. lahan ini secara keseluruhannya ada 30-an hektare. Tetapi baru dikelola untuk tanaman holtikultura sekitar 8-9 hektare. Ini bagian daripada kita untuk bagaimana membuat pendapatan masyarakat ini meningkat," ujarnya.
Vice Director GARAMIN Berti Malingara menambahkan, pihaknya fokus pada tiga isu utama, di mana yang pertama adalah pengembangan desa INKLUSI.
"Jadi kami mendorong supaya pemerintah desa bisa melibatkan kawan-kawan difabel dan kelompok rentan lainnya untuk terlibat sebagai subyek pembangunan," ucapnya.
Lalu yang kedua, lanjut Berti, membentuk sebuah kelompok difabel di Desa Besmarak. Poin ketiga, mendorong Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk membuka unit layanan disabilitas ketenagakerjaan sesuai amanat PP Nomor 60.
"Kami mau supaya kelompok difabel ini bisa mendapatkan informasi terkait pelatihan, kemudian bagaimana teman-teman difabel juga bisa bekerja, baik di sektor formal maupun informal. Lalu kami mendapatkan tawaran dari Monash University untuk bekerja sama. Karena teman-teman kelompok difabel ini sudah ada, tapi pemahaman tentang isu perubahan iklim itu masih minim," tutur Berti.
Pertanian di Desa Besmarak
Salah satu warga penyandang disabilitas netra Mama Ima mengungkapkan bahwa tahun lalu ada bantuan irigasi tetes dari GARAMIN. Hasilnya cukup lumayan dan meringankan di saat penyiraman tanaman."Ketika terjadi perubahan iklim di mana hujan panas, kami masih menggunakan sumur bor. Tapi itu harus berhemat. Apalagi tidak pakai irigasi tetes. Jadi pemakaiannya manual, kita siram, Itu juga makan waktu dan tenaga," kata Mama Ima.
"Tapi setelah ada irigasi, waktu banyak bisa kumpul dengan keluarga. Ada yang datang, kita bisa cerita-cerita sambil kita siram. irigasi tetes sangat membantu. Dari kebun ini hasilnya kita tanam tomat sama buncis, tambah tumpang sarinya sayur, pok cai," lanjut dia.
Mama Ima mengakui adanya peningkatan hasil dibanding dulu setelah menggunakan irigasi tetes, air cukup, hama juga berkurang. Dibandingkan dulu, air relatif kurang, hama banyak, dan membawa kerugian bagi petani.
Desa Besmarak memiliki 40 hektare lahan pertanian, di mana hanya 11 hektare yang saat ini dibudidayakan penduduk. Tanaman hortikultura secara signifikan meningkatkan ekonomi lokal, menghasilkan pendapatan tahunan antara Rp100 juta dan Rp500 juta.
Desa ini telah menerapkan sistem irigasi tetes untuk lahan pertaniannya. Metode ini menghemat air dengan membiarkan air menetes perlahan-lahan ke akar tanaman. Dengan kemajuan-kemajuan tersebut, Desa Besmarak dinilai siap menjadi proyek percontohan pertanian di Kabupaten Kupang.
Kemitraan KONEKSI
KONEKSI adalah inisiatif kolaboratif di sektor penelitian dan inovasi yang mendukung kemitraan antara organisasi Australia dan Indonesia untuk kebijakan dan teknologi yang inklusif dan berkelanjutan.Didukung oleh Pemerintah Australia dan Indonesia, program ini mempromosikan kemitraan penelitian yang setara dan memanfaatkan pengetahuan lokal untuk mengatasi tantangan sosial-ekonomi. KONEKSI berperan sebagai sarana untuk solusi multidisiplin dengan melibatkan beragam pemangku kepentingan dari akademisi, pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta.
Baca juga: Edu-games Inklusif Bantu Anak Pahami Perubahan Iklim
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News