Menurut catatan grup pemantau Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), total kematian demonstran di tangan pasukan keamanan Myanmar sejak Februari lalu telah melampaui 400 orang.
Baca: Korban Tewas dalam Protes Anti-Kudeta di Myanmar Lampaui 400
Merespons tingginya angka kematian di Myanmar, Menhan Amerika Serikat bersama Inggris, Jepang, dan Korsel menandatangani pernyataan gabungan dalam mengecam militer Myanmar pada Minggu, 28 Maret 2021.
"Militer profesional selalu mengikuti standar internasional dalam bertindak dan melindungi -- bukan melukai -- masyarakat," ujar para Menhan, dilansir dari laman Al Jazeera.
Negara lain yang turut menandatangani pernyataan gabungan itu adalah Australia, Kanada, Jerman, Yunani, Italia, Denmark, Belanda, dan Selandia Baru.
Kecaman gabungan yang tidak biasa ini dilayangkan saat pasukan keamanan Myanmar membunuh setidaknya 114 orang sepanjang Sabtu kemarin. Kematian terjadi saat militer Myanmar menggelar parade di Hari Pasukan Bersenjata.
AAPP mencatat adanya sejumlah anak-anak yang tewas dalam bentrokan Sabtu kemarin.
Komite Unjuk Rasa Umum Kewarganegaraan (GSCN), salah satu grup demonstran utama di Myanmar, menggelar tribut untuk mengenang para pengunjuk rasa yang tewas dalam perjuangan menentang kudeta.
"Kami menghormati para pahlawan yang mengorbankan nyawa mereka demi revolusi. Kita harus menang dalam revolusi ini," ungkap GSCN di Facebook.
Sabtu kemarin juga menandai salah satu bentrokan terdahsyat sejak terjadinya kudeta di Myanmar. Militer Myanmar bahkan menggunakan serangan udara, yang dilaporkan telah menewaskan tiga orang di sebuah desa.
Hingga sejauh ini, junta militer Myanmar belum mengeluarkan komentar terbaru mengenai angka kematian yang telah melampaui 400.
Kudeta militer di Myanmar pada 1 Februari lalu diawali dengan penahanan sejumlah tokoh penting, termasuk pemimpin de facto Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News