PBB khawatirkan bencana hak asasi manusia lebih parah di Myanmar/AFP
PBB khawatirkan bencana hak asasi manusia lebih parah di Myanmar/AFP

Junta Myanmar Sebut Laporan HAM PBB Menghasut Kekerasan

Marcheilla Ariesta • 25 Oktober 2021 08:19
Yangon: Junta Myanmar menyebut laporan hak asasi terbaru PBB mengenai negara tersebut sebagai hasutan untuk melakukan kekerasan. Mereka menuding badan tersebut ikut campur dalam urusan dalam negeri Myanmar.
 
Pada Jumat lalu, PBB mengatakan pihaknya mengkhawatirkan bencana hak asasi manusia yang lebih besar di tengah laporan puluhan ribu tentara dan senjata berat dipindahkan ke daerah bergolak di utara dan barat laut.
 
"Taktik tersebut mengingatkan pada rencana yang dikerahkan sebelum penumpasan berdarah terhadap minoritas Rohingya pada 2016-2017," kata Pelapor Khusus Myanmar, Tom Andrews, dilansir dari Channel News Asia, Senin, 25 Oktober 2021.

Junta mengecam laporan itu dan menuduh PBB menggunakan hak asasi manusia sebagai alat politik untuk campur tangan dalam urusan internal Myanmar.
 
"Laporan itu hanya akan mengarah pada perpecahan lebih lanjut di antara bangsa dan hasutan untuk kekerasan internal," kata Kementerian Luar Negeri Myanmar yang dipimpin junta dalam sebuah pernyataan.
 
Hampir sembilan bulan usai merebut kekuasaan, militer tidak mampu membasmi oposisi. Pasukan militer kerap bentrok dengan 'pasukan pertahanan rakyat' lokal.
 
Lebih dari 70 personel militer dan 93 personel polisi tewas sejak Februari lalu. Namun, hampir 1.000 warga sipil juga tewas karena kekerasan yang dilakukan junta saat protes antikudeta.
 
Para jenderal juga berada di bawah tekanan internasional yang meningkat untuk terlibat dengan lawan-lawan mereka.
 
Pekan lalu, ASEAN memutuskan untuk mengecualikan kepala junta Min Aung Hlaing dari pertemuan puncak blok 10 negara yang akan datang karena keraguan tentang komitmennya untuk meredakan krisis berdarah itu.
 
Baca juga: Junta Myanmar Tetap Berkomitmen kepada ASEAN Meski Tak Diundang ke KTT
 
Sebagai gantinya, mereka menyerukan perwakilan non-politik untuk menghadiri KTT yang berlangsung 26-28 Oktober. Namun, permintaan ini ditolak junta.
 
Inggris juga mengatakan pekan lalu, pihaknya tidak akan mengundang junta ke pertemuan menteri luar negeri G7-ASEAN mendatang.
 
Kudeta itu mengakhiri eksperimen jangka pendek negara itu dengan demokrasi. Saat ini, pemimpin sipil Aung San Suu Kyi menghadapi serangkaian dakwaan di pengadilan junta yang bisa membuatnya dipenjara selama beberapa dekade.
 
Awal bulan ini kepala pengacaranya mengatakan, dia dilarang militer untuk berbicara kepada wartawan, diplomat, atau organisasi internasional.
 
Pengacara lain dalam tim hukum Aung San Suu Kyi juga menghadapi larangan serupa - secara efektif membungkam sumber informasi utama tentang proses pengadilan, dari mana jurnalis dilarang.
 
Peraih Nobel Perdamaian itu dijadwalkan untuk bersaksi di pengadilan untuk pertama kalinya pada Selasa mendatang.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan