Aksi protes menentang kudeta Myanmar berlangsung selama empat hari berturut-turut sejak Sabtu kemarin. Para pedemo menolak kudeta militer yang menggulingkan pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi.
Di Naypyidaw, saksi mata melihat polisi menembakkan peluru karet ke arah pedemo, setelah sebelumnya hanya meriam air.
"Mereka melepaskan dua tembakan peringatan, kemudian menembak (pedemo) dengan peluru karet," kata seorang demonstran, dilansir dari laman AFP.
Seorang reporter AFP mengkonfirmasi adanya tembakan yang dilepaskan polisi.
Setelah menyaksikan aksi protes yang dilakukan ribuan orang, pemimpin junta Jenderal Min Aung Hlaing berpidato di televisi pada Senin malam dan membenarkan soal perebutan kekuasaan.
Ia mengatakan kudeta dilakukan karena pemerintahan Myanmar tidak kunjung menyelidiki dugaan kecurangan dalam pemilihan umum 2020.
Merespons demonstrasi, militer Myanmar melarang pertemuan lebih dari lima orang di Yangon, Naypyidaw, dan beberapa wilayah lainnya di Myanmar. Jam malam juga diberlakukan di situs-situs pusat protes.
Namun hari ini, protes bermunculan di berbagai wilayah di Yangon, termasuk di dekat markas Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) -- partai milik Suu Kyi. "Bebaskan pemimpin kami. Katakan tidak pada kediktatoran," demikian tertulis di spanduk pedemo.
Di wilayah San Chaung, Yangon, sejumlah guru berbaris di jalan utama sembari melambaikan salam tiga jari, isyarat perlawanan terhadap militer Myanmar. Gestur ini sebelumnya digunakan dalam aksi protes anti-pemerintah di Thailand.
"Kami tidak khawatir dengan peringatan mereka. Itulah mengapa kami keluar hari ini. Kami tidak dapat menerima alasan penipuan yang mereka lakukan. Kami tidak ingin ada kediktatoran militer," tegas seorang guru, Thein Win Soe.
Pada demo hari ini, polisi menangkap setidaknya 27 orang, termasuk jurnalis, di kota terbesar kedua di Myanmar, Mandalay.
Baca: Tes Covid-19 di Myanmar Turun Drastis Akibat Kudeta
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News