"Saya memiliki pesan yang sangat optimis untuk disampaikan, dan didasarkan pada tiga pilar," kata Mahendra dalam kegiatan 'Ambassadors Roundtable: Raising Ambitions for a Climate-Secure Future', Senin, 11 Oktober 2021.
Menurutnya, tiga pilar tersebut tidak hanya memitigasi perubahan iklim di tingkat global, tapi juga menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan sosial yang selaras dengan lingkungan.
"Pertama, Indonesia sedang bertransisi menuju kehidupan New Normal yang sesungguhnya dalam situasi endemi covid-19 ini," ujar Mahendra.
Ia mengatakan, Indonesia telah menghadapi tantangan berat mengingat ukuran kondisi geografis dan kepadatan penduduk. Menurut Mahendra, pemerintah sudah memperhatikan kebutuhan untuk mengoptimalkan sumber daya yang tersedia.
Kedua, kata Mahendra, Indonesia hampir sepenuhnya pulih dari dampak buruk varian Delta covid-19. Selain itu, tingkat inokulasi di Indonesia yang cukup tinggi dan angka infeksi yang terus menurun, diperkirakan pariwisata akan segera dibuka.
"Kami berharap dapat membuka kembali Bali untuk penerbangan internasional," ucapnya.
Baca: 3 Fokus Penguatan Ekonomi Indonesia Pascapandemi
Mahendra mengatakan, untuk Bali saat ini sudah 100 persen orang dewasa untuk dosis pertama, dan 60 persen orang untuk dosis penuh. "Kami akan menerapkan protokol gelembung perjalanan dan pariwisata," seru Mahendra.
Ia mengatakan, hal ini adalah tanda positif dalam ekonomi. Indonesia mengharapkan pertumbuhan ekonomi untuk tahun ini setidaknya akan mencapai empat persen.
"Kami mengatur untuk melakukan orientasi ulang dan transisi secara bertahap. Perekonomian kita menuju optimalisasi sumber daya terbarukan, sambil mengurangi beragam konsekuensi dari krisis energi," terang Mahendra.
Ketiga, Indonesia berada dalam jalur tepat untuk memenuhi dan melampaui komitmen dalam mengurangi emisi sebesar 29 persen pada 2030 dan 41 persen pengurangan karbon yang didukung internasional.
Mahendra menjelaskan, pengurangan karbon 41 persen setara dengan menghilangkan 1 Gigaton karbondioksida dari atmosfer.
Selain itu, lanjutnya, Indonesia juga telah mengajukan strategi jangka panjang untuk ketahanan rendah karbon dan iklim 2050. Ini termasuk menetapkan target penyerap karbon bersih untuk sektor hutan dan tata guna lahan pada 2030.
"Indonesia mengambil kepemimpinan global dalam pengelolaan kehutanan berkelanjutan di mana akan berkontribusi pada penyimpanan karbon bersih yang besar," terangnya.
Menurutnya, melalui regulasi yang kuat, pemantauan hukum, penegakan dan pemberdayaan masyarakat, Indonesi dapat mencapai target tersebut. Saat ini, Indonesia berhasil mencapai pengurangan deforestasi dan kebakaran hutan yang signifikan.
Kebakaran hutan, kata Mahendra, telah berkurang sebanyak 82 persen pada 2020. "Kunci keberhasilan kami adalah menempatkan aksi iklim dalam kerangka pembangunan berkelanjutan untuk mengambil tindakan nyata di lapangan dan memastikan konservasi dan pertumbuhan tidak saling inklusif, malahan mendukung," seru Mahendra.
Isu-isu tersebut perlu diselesaikan tahun ini untuk implementasi Perjanjian Paris yang efektif dan penuh. "Kami menghadapi risiko kehilangan kepercayaan dalam proses multilateral, yang merupakan satu-satunya kerangka kerja yang layak untuk mengatasi perubahan iklim dan isu-isu global lainnya yang memerlukan tindakan terkoordinasi," ucap Mahendra.
"Saya berharap hal ini tidak hanya untuk meningkatkan kesadaran akan keadaan darurat iklim global, tetapi juga bergerak melampaui retorika dan transformasi. Tantangan bisa menjadi peluang," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id