Kuala Lumpur: Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Hermono menyebutkan bahwa warga negara Indonesia (WNI) yang datang ke sini untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) diperlakukan seperti budak zaman modern. Ini disampaikannya kepada media lokal Malaysia.
Diplomat karier itu mengatakan kepada portal berita Free Malaysia Today (FMT) bahwa warga Indonesia yang dipekerjakan di posisi yang sama di negara lain seperti Singapura, Hong Kong dan Taiwan tidak mengalami penganiayaan sebanyak di Malaysia.
Hermono mengatakan bahwa ada banyak kasus asisten rumah tangga Indonesia yang dipaksa bekerja selama bertahun-tahun tanpa dibayar untuk kerja mereka serta mereka yang kartu identitasnya diambil oleh majikan.
Dia juga menceritakan orang Indonesia yang bekerja berjam-jam tanpa hari istirahat dan mereka yang mengalami kekerasan fisik.
Baca: WNI Tidak Bayar Gaji oleh Majikan, Dubes RI: Ini Perbudakan Modern.
Hermono mengatakan, kasus baru-baru ini melibatkan majikan yang membenarkan tidak membayar gaji kepada pembantu selama sekitar 10 tahun dengan mengatakan dia diizinkan untuk tinggal di rumah mereka dan bahwa mereka membayar makanannya.
“Itu adalah contoh perbudakan modern atau kerja paksa,” ujar Hermono kepada Free Malaysia Today, yang dikutip Malay Mail, pada 19 Februari 2022.
“Kami memiliki pekerja rumah tangga di Singapura, Hong Kong dan Taiwan, tetapi kami tidak memiliki masalah serius seperti di sini (di Malaysia). Jadi mengapa kita memiliki masalah ini di sini?” katanya kepada FMT.
Hermono mengatakan kedutaan Indonesia tahun lalu telah membantu dalam 206 kasus dengan majikan membayar lebih dari RM2 juta atau sekitar Rp6,8 miliar dan bahwa lebih dari 40 kasus sekarang di pengadilan. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) juga tahun ini membantu 16 ART dan membantu dalam mendapatkan lebih dari RM300,000 atai sekitar Rp1 miliar dalam gaji yang belum dibayar dikembalikan kepada mereka.
Dia mencatat bahwa asisten rumah tangga lebih mungkin menghadapi pelecehan dibandingkan dengan pekerja migran lainnya, karena pembantu bekerja sendiri dan tinggal di kediaman majikan mereka. Menurut Dubes asisten rumah tangga Indonesia tersebut tidak dapat melarikan diri dari majikan mereka atau memiliki tantangan dalam menginformasikan kedutaan atau Konsulat Jenderal.
“Mereka diperingatkan bahwa jika mereka melarikan diri, polisi akan menangkap mereka dan imigrasi akan mengirim mereka ke depot mereka. Ancaman semacam ini adalah elemen murni dari kerja paksa,” imbuh Dubes Hermono.
Malaysia dan Indonesia saat ini sedang dalam pembicaraan untuk kesepakatan pekerja baru. Hermono membayangkan kesepakatan baru akan lebih melindungi orang Indonesia yang dipekerjakan sebagai pekerja rumah tangga dalam sistem satu saluran yang akan memungkinkan Pemerintah Indonesia untuk mengawasi mereka selama mereka bekerja di sini.
Diplomat itu juga menyinggung usulan sistem gaji online yang memungkinkan Jakarta untuk melihat apakah pekerja Indonesia menerima gaji yang seharusnya.
“Jika mereka melewatkan bahkan satu bulan (membayar gaji pekerja), kami dapat menghubungi majikan melalui agen dan bertanya kepada mereka mengapa mereka belum membayar,” pungkas Hermono.
Diplomat karier itu mengatakan kepada portal berita Free Malaysia Today (FMT) bahwa warga Indonesia yang dipekerjakan di posisi yang sama di negara lain seperti Singapura, Hong Kong dan Taiwan tidak mengalami penganiayaan sebanyak di Malaysia.
Hermono mengatakan bahwa ada banyak kasus asisten rumah tangga Indonesia yang dipaksa bekerja selama bertahun-tahun tanpa dibayar untuk kerja mereka serta mereka yang kartu identitasnya diambil oleh majikan.
Dia juga menceritakan orang Indonesia yang bekerja berjam-jam tanpa hari istirahat dan mereka yang mengalami kekerasan fisik.
Baca: WNI Tidak Bayar Gaji oleh Majikan, Dubes RI: Ini Perbudakan Modern.
Hermono mengatakan, kasus baru-baru ini melibatkan majikan yang membenarkan tidak membayar gaji kepada pembantu selama sekitar 10 tahun dengan mengatakan dia diizinkan untuk tinggal di rumah mereka dan bahwa mereka membayar makanannya.
“Itu adalah contoh perbudakan modern atau kerja paksa,” ujar Hermono kepada Free Malaysia Today, yang dikutip Malay Mail, pada 19 Februari 2022.
“Kami memiliki pekerja rumah tangga di Singapura, Hong Kong dan Taiwan, tetapi kami tidak memiliki masalah serius seperti di sini (di Malaysia). Jadi mengapa kita memiliki masalah ini di sini?” katanya kepada FMT.
Hermono mengatakan kedutaan Indonesia tahun lalu telah membantu dalam 206 kasus dengan majikan membayar lebih dari RM2 juta atau sekitar Rp6,8 miliar dan bahwa lebih dari 40 kasus sekarang di pengadilan. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) juga tahun ini membantu 16 ART dan membantu dalam mendapatkan lebih dari RM300,000 atai sekitar Rp1 miliar dalam gaji yang belum dibayar dikembalikan kepada mereka.
Dia mencatat bahwa asisten rumah tangga lebih mungkin menghadapi pelecehan dibandingkan dengan pekerja migran lainnya, karena pembantu bekerja sendiri dan tinggal di kediaman majikan mereka. Menurut Dubes asisten rumah tangga Indonesia tersebut tidak dapat melarikan diri dari majikan mereka atau memiliki tantangan dalam menginformasikan kedutaan atau Konsulat Jenderal.
“Mereka diperingatkan bahwa jika mereka melarikan diri, polisi akan menangkap mereka dan imigrasi akan mengirim mereka ke depot mereka. Ancaman semacam ini adalah elemen murni dari kerja paksa,” imbuh Dubes Hermono.
Malaysia dan Indonesia saat ini sedang dalam pembicaraan untuk kesepakatan pekerja baru. Hermono membayangkan kesepakatan baru akan lebih melindungi orang Indonesia yang dipekerjakan sebagai pekerja rumah tangga dalam sistem satu saluran yang akan memungkinkan Pemerintah Indonesia untuk mengawasi mereka selama mereka bekerja di sini.
Diplomat itu juga menyinggung usulan sistem gaji online yang memungkinkan Jakarta untuk melihat apakah pekerja Indonesia menerima gaji yang seharusnya.
“Jika mereka melewatkan bahkan satu bulan (membayar gaji pekerja), kami dapat menghubungi majikan melalui agen dan bertanya kepada mereka mengapa mereka belum membayar,” pungkas Hermono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News