Namun Kementerian Luar Negeri menegaskan kembali bahwa, Indonesia tidak punya hubungan dengan Israel. Selain itu, Indonesia menurut Kemenlu tidak punya urusan apapun dengan Negara Yahudi itu.
“Menlu sudah sampaikan bahwa Kemlu tidak berhubungan dengan Israel. Jadi tidak ada korelasinya dengan pernyataan tersebut,” tegas Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah, kepada Medcom.id, Rabu 23 Desember 2020.
Sementara pada 16 Desember 2020 lalu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan, Indonesia tidak akan melakukan normalisasi hubungan dengan Israel. Pernyataan Retno menjawab klaim media Israel yang mengatakan Indonesia dan Oman akan melakukan normalisasi dengan Tel Aviv.
"Saya tegaskan, hingga saat ini tidak terdapat niatan Indonesia untuk membuka hubungan diplomasi dengan Israel," tegas Retno dalam jumpa pers secara virtual di Jakarta, Rabu, 16 Desember 2020.
Retno menambahkan Indonesia tetap akan terus mendukung kemerdekaan Palestina. Menurutnya, posisi Indonesia tidak akan berubah.
"Dukungan Indonesia terhadap kemerdekaan Palestina berdasarkan two-state solution dan parameter internasional lain yang telah disepakati, secara konsisten akan tetap dijalankan," imbuhnya.
Boehler, yang menjabat sebagai CEO US International Development Finance Corp mengatakan, kepada Bloomberg 22 Desember 2020 bahwa Indonesia bisa mendapatkan USD1 miliar hingga USD2 miliar lebih banyak dalam bantuan pembangunan jika bergabung dengan banyak negara-negara Arab dan Muslim untuk mengakui Israel secara terbuka.
“Kami sedang membicarakannya (normalisasi dengan Israel) dengan mereka (Indonesia),” kata Boehler.
“Jika mereka siap, mereka siap, dan jika mereka siap maka kami akan dengan senang hati bahkan mendukung lebih secara finansial daripada apa yang kami lakukan,” jelas Boehler.
Dalam tawaran yang dipimpin oleh penasihat senior Gedung Putih Jared Kushner -,menantu Presiden Donald Trump dan teman lama Boehler,- pemerintah mendorong perjanjian normalisasi antara Israel dan negara-negara Arab dan Muslim saat presiden mendekati akhir masa jabatannya. Bahrain dan Uni Emirat Arab serta Markoko telah menandatangani perjanjian. Sementara Sudan dikatakan hampir mencapai kesepakatan.
Waspada
Seorang asisten kongres yang memiliki hubungan dengan Partai Demokrat mengatakan, kepada Jewish Telegraphic Agency bahwa Indonesia harus waspada terhadap tawaran tersebut. Terutama beberapa minggu sebelum pelantikan Presiden terpilih Joe Biden pada 20 Januari 2021.
“Jika saya Indonesia, saya tidak akan percaya pada janji yang dibuat pemerintah sekarang,” ujar asisten itu, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya untuk berbicara terus terang.
"Development Finance Corp dirancang sebagai alat pengembangan, bukan insentif untuk perkembangan politik,” tegasnya.
Biden menyambut baik perjanjian sebelumnya, tetapi Demokrat mengkritik sifat transaksional mereka. UEA mendapatkan jet tempur siluman, Maroko mendapatkan pengakuan atas pendudukannya di Sahara Barat, dan Sudan dihapus dari daftar statistik AS yang mendukung teroris.
Tidak jelas apakah Biden akan mematuhi salah satu perjanjian ini.
“Jika saya Indonesia, saya tidak akan percaya pada janji yang dibuat pemerintah sekarang,” ujar asisten itu, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya untuk berbicara terus terang.
"Development Finance Corp dirancang sebagai alat pengembangan, bukan insentif untuk perkembangan politik,” tegasnya.
Biden menyambut baik perjanjian sebelumnya, tetapi Demokrat mengkritik sifat transaksional mereka. UEA mendapatkan jet tempur siluman, Maroko mendapatkan pengakuan atas pendudukannya di Sahara Barat, dan Sudan dihapus dari daftar statistik AS yang mendukung teroris.
Tidak jelas apakah Biden akan mematuhi salah satu perjanjian ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News