Korban bernama Ko Yarzar Aung, berusia 26 tahun. Ko Yarzar meninggal di rumah sakit militer setelah mengalami luka tembak di kaki saat demonstrasi.
Baca: Menlu Sampaikan Kekhawatiran Kudeta Langsung ke Pihak Myanmar.
Kematian Ko Yarzar memicu pertanyaan kualitas perawatan medis yang diberikan rumah sakit militer tersebut. Seorang dokter yang turut membantu merawat Ko Yarzar, Aye Nyein, mengaku otoritas militer tidak mengizinkan dia merawat pria itu.
Aye Nyeing mengatakan Ko Yarzar tidak akan meninggal jika luka di kakinya ditangani dengan baik.
Istri seorang pedemo yang terluka, Ma Su Latt Win mengatakan bahwa suaminya ditahan padahal menderita luka tembak di tangan. Suami Ma Su, Ko Tin Tun Aung disebut tidak mendapat perawatan yang layak di rumah sakit militer.
"Saya ingin dia kembali ke rumah. Saya ingin merawat cederanya," kata Ma Su kepada Irrawaddy, Jumat, 26 Februari 2021.
Ia mengatakan saat ini suaminya berada di penjara.
Setelah kudeta 1 Februari, tindakan keras dilakukan kepada demonstran damai anti-rezim di Mandalay, Myitkyina, Bago, Myawaddy, Thandwe, Naypyitaw, Mawlamyine, dan Myangungmya.
Personel polisi dan militer menggunakan meriam air, gas air mata, ketapel, peluru karet, amunisi aktif, dan senapan angin.
Beberapa jurnalis yang meliput juga menjadi korban kekerasan polisi. Mereka dipukul dengan tongkat dan ketapel.
Lebih dari 100 orang, termasuk seorang wanita hamil dan seorang anak berusia lima tahun, terluka oleh polisi dan personel militer.
Berbagai sanksi sudah dijatuhkan kepada militer Myanmar dari negara-negara Barat, namun tidak diindahkan. Sementara itu, Rabu lalu, Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi melakukan pertemuan dengan U Wunna Maung Lwin, yang diangkat oleh militer sebagai menteri luar negeri Myanmar. Pertemuan dilaksanakan di Bandara Don Mueang, Bangkok, Thailand.
Baca: Tepat Langkah Indonesia Tangani Krisis Myanmar.
Dalam pertemuan tersebut, Retno menyampaikan posisi Indonesia yang sangat prihatin dengan perkembangan situasi di Myanmar. Retno menegaskan keamanan masyarakat Myanmar menjadi prioritas nomor satu.
Ia mengatakan Indonesia meminta semua pihak menahan diri dan tidak menggunakan kekerasan untuk menghindari terjadinya korban dan pertumpahan darah.
"Indonesia terus menekankan pentingnya proses transisi demokrasi yang inklusif. Karenanya diperlukan kondisi kondusif berupa antara lain dialog, rekonsiliasi, trust building," katanya.
"Indonesia akan bersama rakyat Myanmar," tegas Retno.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News