Dalam pembukaan Pertemuan Komisi Area Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANFWZ) di Shangri-La Hotel, Jakarta, Retno mengatakan, SEANFWZ telah berkontribusi pada upaya perlucutan senjata dan non-proliferasi global.
"Namun, 25 tahun setelah penandatanganan Protokol Perjanjian SEANFWZ, tidak ada satu pun Negara Senjata Nuklir yang menandatanganinya," ucap Retno, Selasa, 11 Juli 2023.
Bagi Indonesia, imbuh Retno, maju adalah satu-satunya pilihan.
"Ancaman sudah dekat, jadi kita tidak bisa lagi menunggu. Kita tidak bisa membiarkan detail mengaburkan gambaran yang lebih besar," sambung Retno.
Ia pun mendorong ASEAN agar bisa menjadi front persatuan terhadap negara-negara pemilik senjata nuklir. "Hanya dengan begitu kita dapat menempa jalan yang lebih jelas menuju wilayah bebas senjata nuklir," ujarnya.
Perjanjian SEANWFZ, juga dikenal sebagai Perjanjian Bangkok, ditandatangani oleh semua negara anggota ASEAN pada Desember 1995.
Perjanjian tersebut menetapkan bahwa para penandatangannya tidak dapat "mengembangkan, membuat, atau memperoleh, memiliki, atau memiliki kendali atas senjata nuklir", "menempatkan atau mengangkut senjata nuklir dengan cara apa pun", atau "menguji atau menggunakan senjata nuklir".
Protokol Perjanjian SEANWFZ juga terbuka untuk ditandatangani oleh lima negara senjata nuklir: Tiongkok, Rusia, Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis.
Tiongkok akan menjadi yang pertama dari lima negara yang menyatakan kesediaannya untuk menandatangani protokol tersebut.
Pada pertemuan puncak dengan para pemimpin ASEAN yang diadakan pada 21 November 2022, Presiden Tiongkok Xi Jinping mengatakan, Beijing mendukung upaya ASEAN untuk membangun zona bebas senjata nuklir dan siap untuk menandatangani Protokol Perjanjian SEANWFZ sedini mungkin.
Komitmen tersebut ditegaskan kembali oleh Menlu Tiongkok Qin Gang saat menerima kunjungan Sekjen ASEAN Kim Kao Hourn di Beijing pada 27 Maret 2023.
Baca juga: Negara-Negara ASEAN Diajak Jaga Asia Tenggara dari Senjata Nuklir
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News