Pertemuan DK PBB terkait Myanmar hasilkan desakan untuk junta membebaskan tahanan politik, termasuk Aung San Suu Kyi./AFP
Pertemuan DK PBB terkait Myanmar hasilkan desakan untuk junta membebaskan tahanan politik, termasuk Aung San Suu Kyi./AFP

Akhirnya DK PBB Sepakat Soal Myanmar, Desak Junta Bebaskan Tahanan Politik

Marcheilla Ariesta • 22 Desember 2022 10:43
New York: Dewan Keamanan PBB (DK PBB) yang 'terbelah' di Myanmar selama beberapa dekade dan sebelumnya hanya dapat menyepakati pernyataan resmi tentang negara tersebut, kini berubah. Mereka menentang kekuasaan militer yang berlaku sejak Februari 2021.
 
Dalam pertemuan khusus mengenai Myanmar kemarin, DK PBB mendesak junta untuk segera membebaskan semua tahanan yang ditahan 'secara sewenang-wenang'.  Mereka yang dituntut dibebaskan termasuk mantan pemimpin Aung San Suu Kyi dan eks presiden Win Myint.
 
Suu Kyi (77) telah menjadi tahanan sejak tentara menggulingkan pemerintahannya hampir dua tahun lalu dan menindak perbedaan pendapat dengan kekerasan.

DK PBB  juga menuntut segera diakhiri segala bentuk kekerasan. Mereka juga meminta semua pihak untuk menghormati hak asasi manusia, kebebasan fundamental dan supremasi hukum.
 
Pengadopsian tersebut menandai momen persatuan Dewan relatif dalam satu tahun di mana perpecahan telah meningkat akibat invasi Rusia ke Ukraina.
 
"Setiap kesempatan bagi Dewan Keamanan untuk berbicara dengan satu suara yang kuat dan bersatu tentang masalah apa pun dan terutama tentang Myanmar akan sangat disambut baik," kata juru bicara Sekretaris Jenderal Antonio Guterres, Stephane Dujjaric menjelang pemungutan suara, dilansir dari France24, Kamis, 22 Desember 2022.
 
Baca juga: Keketuaan Indonesia Pikul Harapan Tinggi Jadikan ASEAN Lebih Baik
 
Teks tersebut diadopsi dengan 12 suara mendukung.  Anggota tetap Tiongkok dan Rusia abstain, memilih untuk tidak menggunakan veto menyusul amandemen susunan kata, begitu pula dengan India.
 
Para diplomat mengatakan, satu-satunya resolusi Dewan yang ada tentang Myanmar adalah resolusi yang disahkan PBB pada 1948, yang kemudian menyetujui keanggotaan negara itu di badan dunia tersebut.
 
Pada 2008, Dewan gagal mengadopsi draf resolusi tentang Myanmar setelah Beijing dan Moskow memberikan veto. Kemudian pada Desember 2018, Inggris melakukan upaya lain menyusul krisis Rohingya yang menyebabkan 700.000 orang melarikan diri dari Myanmar ke negara tetangga Bangladesh, tetapi pemungutan suara tidak pernah diadakan.
 
Inggris mulai mengedarkan draf teks resolusi Rabu pada bulan September. Beberapa amandemen dibuat untuk memastikan pengesahannya, kata pengamat PBB.
 
Bahasa yang berkaitan dengan tekad Dewan untuk menggunakan semua kekuatannya jika Myanmar gagal mematuhi resolusi, dilaporkan dibatalkan. Beberapa anggota juga keberatan dengan ketentuan yang meminta sekretaris jenderal PBB untuk melaporkan situasi di Myanmar setiap 60 hari ke Dewan.
 
Sebaliknya, resolusi tersebut meminta sekretaris jenderal atau utusannya untuk melapor kembali paling lambat 15 Maret 2023 berkoordinasi dengan Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).
 
Dewan telah mengeluarkan satu pernyataan terpadu tentang Myanmar sejak kudeta mengakhiri periode singkat demokrasi negara itu.
 
Militer menuduh penipuan pemilih yang meluas selama pemilihan November 2020, yang dimenangkan dengan gemilang oleh partai Liga Nasional untuk Demokrasi Suu Kyi, meskipun pengamat internasional mengatakan pemungutan suara itu sebagian besar bebas dan adil.
 
Tiongkok Dukung ASEAN
 
Dalam jumpa persnya kemarin, Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia Lu Kang mengatakan, negaranya akan terus mendukung ASEAN dalam memainkan fungsi dominan mereka terkait masalah Myanmar.
 
"Tiongkok adalah mitra baik ASEAN, dan kami akan terus mendukung kedudukan dan fungsi ASEAN dalam masalah Myanmar," pungkasnya.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan