Berlandaskan politik bebas aktif, presiden Indonesia memiliki pandangan dan preferensi tersendiri dalam mendorong pertumbuhan Indonesia di kancah global.
Di era Presiden Jokowi, kebijakan politik luar negeri Indonesia lebih difokuskan pada ekonomi demi mendorong pertumbuhan bidang tersebut di dalam negeri.
Diplomasi Ekonomi
Diplomasi Ekonomi yang diserukan Presiden Jokowi berkutat pada penguatan sektor perdagangan dan investasi melalui skema kerja sama bilateral atau multilateral. Dalam 10 tahun terakhir, Menlu Retno telah mendapat berbagai pencapaian konkret terkait hal ini.Dalam pidato di Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri Tahun 2024, Menlu Retno Marsudi mengatakan bahwa nilai volume perdagangan Indonesia dengan berbagai negara di tahun 2014 mencapai USD355 miliar atau berkisar Rp5.513 triliun.
Hampir sepuluh tahun kemudian, tepatnya di tahun 2023 pada periode Januari-November, volume perdagangan global Indonesia mencapai USD439 miliar atau sekitar Rp6.817 triliun.
“Naik hampir 24 persen dan mengalami surplus lebih dari USD33 miliar,” ucap Menlu Retno dalam pidatonya.
Di bidang investasi, Menlu Retno menyebut realisasi investasi asing di tahun 2014 mencapai USD28,5 miliar atau Rp442 triliun. Melompat hampir satu dekade ke depan, pada periode Januari hingga September 2023, nilai investasi asing ke Indonesia sudah mencapai USD37 miliar (Rp574 triliun) atau naik sekitar 32 persen.
Hasil nyata investasi asing ini berbuah berbagai proyek infrastruktur di dalam negeri, beberapa di antaranya yang menjadi sorotan adalah:
* Pembangunan Mass Rapid Transit (MRT)
* Kereta Cepat Jakarta Bandung
* Proyek Pelabuhan Patimban
* Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Cirata
Penguatan Kerja Sama Perdagangan
Masih dalam keterangan di PPTM 2024, Menlu Retno mengatakan bahwa Indonesia telah berhasil meningkatkan akses pasar dan mengurangi hambatan perdagangan melalui 27 perjanjian perdagangan dan ekonomi.Puluhan perjanjian ini disepakati dalam bentuk Preferential Trade Agreement (PTA), Free Trade Agreement (FTA), Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dan juga Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).
Sementara itu berdasarkan keterangan di Setkab.go.id, Indonesia telah memiliki sepuluh perjanjian perdagangan bilateral yang telah ditandatangani dengan negara mitra.
Delapan dari sepuluh perjanjian ini sudah diratifikasi dan telah berlaku efektif (entry into force), yaitu:
* Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA).
* Indonesia-Pakistan Preferential Trade Agreement (IP-PTA).
* Indonesia-Palestine MoU on Trade Facilitation for Certain Products Originating from Palestinian Territories.
* Indonesia–Chile Comprehensive Economic Partnership Agreement (IC-CEPA).
* Indonesia–Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA).
* Indonesia-European Free Trade Area Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA).
* Indonesia Mozambique Preferential Trade Agreement (IM-PTA).
* Indonesia-Republic of Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA).
Sedang dua perjanjian perdagangan bilateral lainnya masih dalam proses ratifikasi, yaitu Indonesia-United Arab Emirates Comprehensive Economic Partnership Agreement (IUAE-CEPA) dan Indonesia-Iran Preferential Trade Agreement (IP-PTA).
Masih terkait perjanjian dagang, Indonesia juga telah menyelesaikan protokol perdagangan dalam skema kerja sama, terutama untuk produk-produk pertanian dan perikanan.
Berbagai inisiatif baru, lanjut Menlu Retno, juga dijalankan untuk memperkuat kemitraan ekonomi Indonesia di berbagai kawasan, termasuk yang melibatkan peran sektor swasta.
Perihal kelapa sawit, salah satu komoditas utama Indonesia, Menlu Retno telah menjalankan diplomasi ekonomi yang bertujuan mendorong ekspor sekaligus melawan diskriminasi terhadap produk tersebut. Diplomasi ekonomi juga dijalankan untuk memperkuat hilirisasi industri kelapa sawit beserta turunannya.
Diplomat sebagai Agen Pertumbuhan Ekonomi
Di periode pertama dan kedua pemerintahan Jokowi, kebijakan luar negeri Indonesia difokuskan pada mencari keuntungan dalam menjalin kerja sama dengan negara lain. Peran diplomat, terutama duta besar, menjadi krusial dalam hal ini.Dubes RI di semua negara perwakilan didorong untuk ‘berjualan’ segala sesuatu mengenai Indonesia, mulai dari undangan untuk berinvestasi di berbagai sektor hingga mempromosikan produk-produk buatan dalam negeri.
Pendekatan diplomasi seperti ini dipandang lebih pragramatis, yang didesain untuk berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Para dubes dan diplomat lainnya yang berada di negara perwakilan didorong untuk menggunakan segala sumber daya untuk mempromosikan segala sesuatu mengenai Indonesia.
Promosi dilakukan di berbagai acara, termasuk resepsi diplomatik yang biasanya digelar di perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia. Di acara seperti ini, para dubes dan diplomat melakukan soft approach dalam mempromosikan Indonesia, termasuk terkait sektor pariwisata, produk makanan dan minuman, kerajinan tangan, hingga kuliner nusantara.
Baca juga: Diplomasi Ekonomi 'Paksa' Ubah Mindset Diplomat Indonesia
Indonesia Spice Up the World
Salah satu hal yang dilakukan para dubes dan diplomat RI di luar negeri adalah menggalakkan program Indonesia Spice Up The World. Ini merupakan program pemerintah Jokowi yang melibatkan lintas lembaga, dengan Kemenlu Ri sebagai ujung tombaknya.Indonesia Spice Up The World merupakan program mengenalkan kuliner nusantara, terutama seputar bumbu, rempah dan pangan olahan Indonesia, ke negara-negara dunia terutama yang berada di benua Afrika.
Berdasarkan keterangan di situs Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Indonesia Spice Up The World diharapkan dapat mengembangkan dan menguatkan restoran Indonesia di luar negeri, atau sebagai bagian dari gastrodiplomasi restoran.
Dengan adanya Indonesia Spice Up The World, diharapkan Pemerintah RI dapat meningkatkan ekspor pangan olahan, terutama bumbu rempah.
Menparekraf Sandiaga Uno mengatakan bahwa program Indonesia Spice Up The World diharapkan dapat meningkatkan peluang industri kuliner dunia.
Ini didasarkan pada data, nilai ekspor bumbu atau rempah olahan serta komoditas rempah segar di Indonesia yang mengalami tren positif, dengan rata-rata pertumbuhan 2,95?lam lima tahun terakhir. Bahkan pada 2020, nilai ekspornya mencapai USD1,02 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News