"Saat kami sedang menyanyikan lagu revolusi untuk almarhum, pasukan keamanan datang dan mulai menembaki kami," kata seorang perempuan bernama Aye.
"Orang-orang, termasuk kami, langsung berlari saat mereka melepaskan tembakan," lanjutnya, dikutip dari laman France 24 pada Senin, 29 Maret 2021. Sejauh ini belum ada laporan mengenai korban tewas atau luka dalam penembakan tersebut.
Berdasarkan catatan Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), 12 orang tewas dalam beberapa insiden terpisah di Myanmar sepanjang hari Minggu. Tambahan data tersebut menjadikan total kematian demonstran Myanmar versi AAPP mencapai 459.
Kudeta militer di Myanmar terjadi pada 1 Februari lalu, yang diawali dengan penahanan sejumlah tokoh penting, termasuk pemimpin de facto Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint.
Sejumlah saksi mata mengatakan, ribuan warga desa di area perbatasan Myanmar telah melarikan diri ke Thailand. Mereka kabur setelah militer Myanmar melancarkan serangan udara terhadap sekelompok milisi, yang telah meningkatkan serangannya terhadap junta sejak kudeta.
Sementara itu, Sabtu kemarin menjadi hari paling berdarah di Myanmar. AAPP dan sejumlah saksi mata serta media lokal melaporkan bahwa lebih dari 100 orang tewas di tangan pasukan keamanan Myanmar sepanjang Sabtu.
Menurut keterangan laporan media lokal dan sejumlah saksi mata, setidaknya enam dari 100 lebih demonstran Myanmar yang tewas pada Sabtu kemarin adalah anak-anak berusia antara 10 dan 16 tahun.
Kematian harian di atas angka 100 itu terjadi di saat junta Myanmar menggelar parade militer dalam memperingati Hari Pasukan Bersenjata. Pada malam harinya, junta militer Myanmar atau biasa juga disebut Tatmadaw menggelar pesta mewah yang dihadiri sejumlah perwira.
Dalam serangkaian foto di media sosial, terlihat pemimpin junta militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, berpesta bersama sejumlah jenderal lainnya.
Baca: Junta Myanmar Malah Berpesta di Hari Tewasnya Lebih dari 100 Pedemo
"Wahai Dunia, kami #Myanmar sudah tidak lagi memandang geng bersenjata yang dipimpin Ma Aa La sebagai Pasukan Bersenjata kami lagi," tulis seorang aktivis Myanmar, Maung Zarni, di Twitter.
"Kini kami menyebut mereka sebagai Naypyidaw #Teroris. Saat berpesta, para teroris ini memakai tuksedo," sambungnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News