ASEAN-IPR DISCUSSION SERIES 2024, Unravelling Cyberterrorism: Analysing Its Impact on National Security digelar di Jakarta, Rabu, 14 Agustus 2024. (Medcom.id)
ASEAN-IPR DISCUSSION SERIES 2024, Unravelling Cyberterrorism: Analysing Its Impact on National Security digelar di Jakarta, Rabu, 14 Agustus 2024. (Medcom.id)

Respons Kolektif ASEAN Diperlukan untuk Hadapi Terorisme Dunia Maya

Marcheilla Ariesta • 14 Agustus 2024 17:10

Jakarta: Seiring berkembangnya era teknologi, ASEAN terus mencoba berbagai cara untuk memerangi kejahatan di dunia maya. Direktur Eksekutif ASEAN Institute Peace and Reconcilliaton (ASEAN-IPR) I Gusti Agung Wesaka Puja mengatakan, ASEAN beserta negara-negara anggotanya telah membuat berbagai langkah dalam menangani ancaman terorisme dan kejahatan siber.

“Upaya untuk mencapai perdamaian abadi menuntut kewaspadaan dan adaptasi yang terus-menerus, terutama dalam menghadapi lanskap ancaman yang terus berubah,” kata Puja dalam kegiatan ‘ASEAN-IPR DISCUSSION SERIES 2024, Unravelling Cyberterrorism: Analysing Its Impact on National Security’ di Jakarta, Rabu, 14 Agustus 2024.

Berbagai upaya yang dilakukan ASEAN antara lain ASEAN Convention on Counter Terrorism, the ASEAN Comprehensive Plan of Action on Counter Terrorism, the Bali Work Plan, the ASEAN Declaration to Combat Cybercrime, the ASEAN Cybersecurity Cooperation Strategy dan lain sebagainya.

Namun, kata Puja, ancaman ini membentuk tantangan terorisme dunia maya yang memerlukan respons kolektif dan proaktif seluruh warganya.

Puja menjelaskan, di kawasan Asia Tenggara, terorisme dunia maya telah menjadi perhatian yang berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Pasalnya, ketergantungan kawasan tersebut pada teknologi digital telah meningkat, dan kelompok-kelompok teroris telah menjadi lebih canggih dalam penggunaan teknologi digital.

“Ancaman modern ini memanfaatkan infrastruktur digital kita yang terus berkembang, yang berupaya mengganggu, merusak, atau memanipulasi sistem dan data kita sehingga mengakibatkan konsekuensi yang parah terhadap keamanan nasional dan regional,” terang dia.

Meski demikian, lanjut Puja, tidak adanya definisi yang disetujui secara universal tentang 'Terorisme Siber' masih terus berlanjut. Ini disebabkan sifatnya yang rumit dan beraneka ragam, sehingga menimbulkan tantangan bagi diskusi yang lebih luas tentang masalah ini.

Keamanan Siber

“Daripada menghambat upaya kita menuju ketahanan dan perdamaian, ketiadaan definisi seperti itu seharusnya memotivasi kita untuk mendorong percakapan hari ini ke depan,” ujar Puja.

“Keamanan ASEAN terjalin dari kekuatan dan kerentanan negara-negara anggotanya, karena keamanan regional mengalir melalui pembuluh darah nasional,” tegasnya.

Menurut Puja. ASEAN terus berkembang pesat secara ekonomi melalui teknologi digital, meskipun kerap menjadi target yang semakin menarik bagi teroris siber yang berusaha mengeksploitasi kerentanan dalam infrastruktur penting dan dunia maya.

Saat ASEAN berupaya meningkatkan keamanan regional terhadap ancaman yang muncul ini, berbagai tingkat kesiapan keamanan siber dan kemampuan teknologi di seluruh negara anggota ASEAN menghadirkan tantangan unik, terlepas dari ketahanan masing-masing negara.

Puja menambahkan, ASEAN-IPR baru-baru ini juga menyelenggarakan Diskusi Kelompok Terfokus (FGD) di antara para ahli sebagai landasan bagi Konferensi Regional ASEAN-IPR mendatang tentang Keamanan Siber dan Peran Teknologi Informasi dalam Membina Budaya Damai di ASEAN, yang menyentuh isu pencegahan radikalisasi.

“ASEAN-IPR sangat senang menyelenggarakan sesi pertama Seri Diskusi 2024, yang menandai langkah penting lainnya dalam komitmen kami untuk berbagi pengetahuan tentang isu kritis Terorisme Siber di dunia kita yang saling terhubung ini,” pungkasnya.
 
Baca juga:  Geliat ASEAN Mengatasi Terorisme


 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WIL)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan