Ratusan mahasiswa berunjuk rasa menentang kudeta militer di Yangon, Myanmar pada 5 Februari 2021. (STR/AFP)
Ratusan mahasiswa berunjuk rasa menentang kudeta militer di Yangon, Myanmar pada 5 Februari 2021. (STR/AFP)

Pemuda Myanmar Merasa Masa Depan Mereka Direnggut Kudeta Militer

Willy Haryono • 17 Februari 2021 13:35
Jakarta: Serangkaian aksi unjuk rasa masif terus berlangsung di Myanmar sejak terjadinya kudeta militer pada 1 Februari lalu. Aksi protes ini diikuti berbagai lapisan masyarakat, namun didominasi kelompok pemuda.
 
"Generasi Z di Myanmar merasa masa depan mereka telah direbut oleh kudeta militer," kata Dr. Priyambudi Sulistiyanto, dosen senior Flinders University, dalam diskusi virtual LIPI pada Rabu, 17 Februari 2021.
 
"Itulah mengapa demonstrasi di Myanmar didominasi kelompok pemuda," sambungnya.

Demonstrasi menentang kudeta militer di Myanmar telah memasuki hari ke-12. Para pengunjuk rasa tetap turun ke jalanan meski telah mendapat peringatan keras dari militer Myanmar atau Tatmadaw.
 
Para aktivis dan mahasiswa terlihat mendominasi aksi protes di beberapa kota. Jajaran dosen, pegawai negeri sipil, hingga polisi juga ikut serta dalam menentang kudeta.
 
Mereka juga meminta agar militer Myanmar segera membebaskan para pejabat, terutama pemimpin de facto Aung San Suu Kyi.
 
Baca:  Ternyata Aung San Suu Kyi Sudah Jalani Pengadilan Tanpa Pengacara
 
Para demonstran tidak takut meski militer telah mengerahkan banyak prajurit dan kendaraan lapis baja ke ruas jalan di sejumlah kota besar seperti Yangon, Naypyidaw, atau Mandalay.
 
Khin Win, anggota Democracy Research Network asal Myanmar, menilai kudeta yang terjadi di negaranya sebagai pukulan telak terhadap demokrasi. Ia menegaskan bahwa kudeta yang dilakukan militer bersifat inkonstitusional.
 
Mengenai tuduhan militer mengenai kecurangan pemilu 2020, Khin Win menilainya hanya sebagai akal-akalan untuk melakukan kudeta.
 
"Tuduhan militer soal kecurangan pemilu itu tidak berdasar," tegasnya, yang turut bergabung dalam diskusi LIPI bertajuk "Kudeta Myanmar: Akar Masalah, Dampak, dan Respons Dunia Internasional."
 
Ia mengecam keras tindakan militer yang berusaha membungkam suara kritik usai terjadinya kudeta. Upaya pembungkaman itu terlihat dari pemutusan akses internet, penangkapan massal, dan bahkan penggunaan kekerasan dengan senjata api di lokasi protes.
 
"Kami sudah seperti kembali ke zaman batu tanpa adanya internet. Penangkapan juga dilakukan dimana-mana," ungkapnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WIL)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan