Demonstran membawa poster bergambar Aung San Suu Kyi dalam aksi protes di Yangon, Myanmar pada Selasa, 16 Februari 2021. (Ye Aung THU/AFP)
Demonstran membawa poster bergambar Aung San Suu Kyi dalam aksi protes di Yangon, Myanmar pada Selasa, 16 Februari 2021. (Ye Aung THU/AFP)

Ternyata Aung San Suu Kyi Sudah Jalani Pengadilan Tanpa Pengacara

Fajar Nugraha • 17 Februari 2021 09:39
Yangon: Persidangan pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi berlangsung secara rahasia pada Selasa 16 Februari 2021. Menurut Human Rights Watch (HRW), pengadilan berjalan tanpa kehadiran pengacaranya.
 
Suu Kyi ditahan setelah militer melancarkan kudeta pada 1 Februari. Alasan kudeta militer Myanmar didasarkan atas hasil pemilu yang mereka klaim dicurangi dan menyebabkan kemenangan dari partai yang dipimpin Suu Kyi.
 
"Otoritas pengadilan mengatakan persidangan Suu Kyi akan berlangsung pada Rabu, tetapi malah terjadi sehari sebelumnya," menurut HRW.

"Pengadilan dan jaksa penuntut akan segera menyelesaikannya,” ujar Phil Robertson, wakil direktur Human Rights Watch Asia mengatakan kepada Euronews, Rabu 17 Februari 2021.
 
"Mereka memberi tahu pengacara Aung San Suu Kyi bahwa itu akan dilakukan pada Rabu. Dia mengetahui itu terjadi hari ini, dan saat dia sampai di pengadilan, semuanya sudah berakhir,” tutur Robertson.
 
Aung San Suu Kyi pertama kali ditangkap atas tuduhan memiliki walkie-talkie secara ilegal - upaya nyata untuk membenarkan penahanan rumahnya.
 
Pada hari Senin, militer mengajukan dakwaan kedua karena melanggar batasan virus korona, yang berarti mereka sekarang dapat menahannya untuk waktu yang tidak ditentukan. Adapun pengadilan kedua akan dimulai pada 1 Maret.
 
Baca:  Polisi Myanmar Ajukan Tuntutan Baru ke Aung San Suu Kyi
 
Kudeta telah memicu protes luas. Kondisi ini memicu juga pemadaman internet selama beberapa malam berturut-turut, yang menurut para ahli merupakan upaya militer untuk mencoba dan menekan demonstrasi.
 
Konektivitas internet turun menjadi 14 persen pada Minggu malam, sebelum dipulihkan pada Senin pagi. Kemudian dipotong lagi menjadi sekitar 15 persen selama delapan jam pada Senin malam.
 
Ini adalah pemadaman internet keempat yang dialami negara itu sejak kudeta militer yang menggulingkan pemerintah pada awal bulan.
 
"Ada perlawanan yang tumbuh serta kebencian terhadap administrasi militer di seluruh negeri," kata Soe Myint Aung, Direktur Pusat Penelitian Independen Yangon kepada The Cube.
 
"Tujuan mereka (para pengunjuk rasa) adalah untuk setidaknya mengganggu sistem dan penutupan pemerintah.
 
"Komunitas internasional harus terus menekan administrasi militer sehingga tujuan jangka pendek yang dapat diwujudkan dapat dicapai seperti pembebasan Aung San Suu Kyi dan para pemimpin lainnya,” tutur Soe.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WIL)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan