Ketiga lembaga itu adalah Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies (KITLV), the Netherlands Institute for Military History (NIMH) dan the NIOD Institute for War, Holocaust and Genocide Studies.
"Pemerintah Indonesia mengikuti dari dekat publikasi hasil penelitian sejarah 'Kemerdekaan, Dekolonisasi, Kekerasan dan Perang di Indonesia 1945-1950' yang dilakukan oleh tiga lembaga peneliti Belanda (KITLV, NIMH dan NIOD) dan beberapa peneliti Indonesia," ucap juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah dalam keterangan kepada awak media, Sabtu, 18 Februari 2022.
"Kami tengah mempelajari dokumen tersebut agar bisa memaknai secara utuh pernyataan yang disampaikan PM Rutte tersebut," sambungnya.
Baca: PM Belanda Minta Maaf kepada Indonesia Atas Kekejaman di Masa Perang
Penelitian ketiga lembaga menunjukkan bahwa kekejaman Belanda di Indonesia kala itu dilakukan dengan cara yang sistematis. “Ditemukan fakta bahwa bahwa penggunaan kekerasan ekstrem oleh angkatan bersenjata Belanda tidak hanya meluas, tetapi juga sering disengaja,” sebut hasil penelitian itu, yang dikutip oleh Deutsche Welle.
“Tindakan kekerasan dimaafkan di setiap tingkatan: politik, militer dan hukum,” imbuh hasil penelitian ini.
"Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka yang memikul tanggung jawab di pihak Belanda -- politisi, pejabat, pegawai negeri, hakim dan lain-lain -- memiliki atau dapat memiliki pengetahuan tentang penggunaan sistematis kekerasan ekstrem," kata para peneliti.
Kejahatan perang Belanda di Indonesia pertama kali diungkapkan oleh seorang mantan veteran Belanda pada 1969, Joop Hueting. Namun, Pemerintah Belanda telah mengklaim selama beberapa dekade bahwa hanya ada serangan terisolasi dan bahwa, secara umum, tentara berperilaku benar.
Selain PM Rutte, Raja Bellanda Willem-Alexander juga pernah menyampaikan permintaan maaf yang mengejutkan atas "kekerasan berlebihan" yang dilakukan pasukan Belanda di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News