"Kami sangat mencemaskan laporan tentang kematian warga sipil akibat penggunaan senjata mematikan aparat keamanan dalam menghadapi demonstran di Myanmar," kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Singapura, dilansir dari Channel News Asia pada Senin, 22 Februari 2021.
Baca: Ribuan Pedemo Tetap Beraksi Meski Diancam Militer Myanmar
Penggunaan senjata mematikan terhadap warga sipil tidak bisa diterima. Kemenlu Singapura mendesak aparat keamanan setempat menahan diri guna menghindari korban luka ataupun tewas.
"Dan mengambil langkah-langkah untuk menurunkan ketegangan serta menjaga ketertiban," demikian bunyi keterangan resmi tersebut.
Singapura mendesak seluruh pihak di Myanmar mencari solusi politik terkait kekacauan kudeta ini. Negeri Singa Putih juga berharap proses transisi Myanmar menuju pemerintahan yang demokratis terus berjalan dengan mengedepankan skema dialog.
"Jika situasi semakin memanas, maka akan ada konsekuensi yang ditanggung Myanmar dan (negara-negara) kawasan Asia Tenggara," tegas Kemenlu Singapura.
Menteri Luar Negeri Singapura, Vivian Balakrishnan, sempat menyatakan keberatan dengan usulan menjatuhkan sanksi terhadap Myanmar. Menurut dia, pemberian sanksi kepada militer Myanmar justru akan merugikan masyarakat.
Jika sanksi tetap diberlakukan terhadap Myanmar, hal itu akan membuat kemiskinan di Myanmar semakin merajalela. Sebelumnya, seorang perempuan tewas setelah kritis akibat peluru tajam aparat keamanan. Perempuan 20 tahun bernama Mya Thwate Khaing mengalami luka di kepalanya.
Sedangkan dalam unjuk rasa akhir pekan lalu, dua demonstran tewas terkena peluru tajam di Kota Mandalay. Mereka adalah seorang tukang kayu, Thet Naing Win yang berusia 36 tahun, dan seorang pemuda 18 tahun yang tidak diketahui identitasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News